Cari Blog Ini

Jumat, 28 Juni 2013

“MENTARBIYAH ANAK DARI DINI DENGAN TAUHID”

Oleh: Syahri Ramadhan, S.Psi 

Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi." (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)" (QS. al-A’raf: 172).



Fitrahnya manusia sudah dipersaksikan oleh Allah untuk mengakui bahwa Allah adalah tuhan Yang Maha Esa, Allah terlebih dahulu telah mentarbiyah setiap jiwa manusia dengan tauhid jauh sebelum manusia dilahirkan pada saat roh akan ditiupkan ke dalam kandungan seorang calon ibu. Tidak cukup hanya itu Rasulallah juga mengajarkan kepada kita untuk mengazankan dan mengiqomahkan setiap bayi yang baru lahir. Pada hakikatnya syari’at tersebut adalah untuk mentarbiyah manusia dengan pendidikan tauhid. Lalu mengapa manusia kebanyakan lupa dengan janji mereka kepada Rabbul ‘alamin? Mensekutukan Allahdengan selain-Nya? Menjadi penyembah harta, tahta dan wanita? Allah telah menjawabnya dengan kalamNya yang mulia “(Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)".
Lengah, lupa, khilaf, dan salah memang sifatnya manusia. tapi hanya manusia yang lemah imannya yang bisa dimainkan oleh watak mazmumah tersebut. Oleh karena itu kita sebagai orang tua atau pendidik, merupakan suatu kewajiban bagi kita untuk menjaga keluarga kita, membimbing mereka, dan mentarbiyah mereka kepada jalan tauhid serta memelihara mereka dari azab Allah yang sangat pedih “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan” (QS. at-Tahrim: 6). Oleh karena itu kita wajib mencontoh Rasulallah sebagai seorang figure yang patut diteladani dalam mentarbiyah tauhid kepada sahabat-sahabanya bahkan dari sahabat yang masih belia sekalipun.
Dari Ibnu Abbas radliyallahu ‘anhu: “Pada suatu hari aku pernah berboncengan di belakang Nabi (di atas kendaraan), beliau berkata kepadaku: “Wahai anak, aku akan mengajar engkau beberapa kalimat:
Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu…
Jagalah Allah, niscaya engkau akan dapati Allah di hadapanmu…
Jika engkau memohon, mohonlah kepada Allah…
Jika engkau meminta tolong, minta tolonglah kepada Allah…
Ketahuilah…kalaupun seluruh umat (jin dan manusia) berkumpul untuk memberikan satu pemberian yang bermanfaat kepadamu, tidak akan bermanfaat hal itu bagimu, kecuali jika itu telah ditetapkan Allah (akan bermanfaat bagimu)…
Ketahuilah… kalaupun seluruh umat (jin dan manusia)berkumpul untuk mencelakakan kamu, tidak akan mampu mencelakakanmu sedikitpun, kecuali jika itu telah ditetapkan Allah (akan sampai dan mencelakakanmu)…
Pena telah diangkat… dan telah kering lembaran-lembaran…(hadits riwayat Tirmidzi, Hasan, shahih).
Disaat orang tua khawatir dengan dekadansi akhlak, goyahnya akidah yang terjadi dikalangan putra-putri mereka, apalagi zaman sekarang semua orang berlomba-lomba untuk mencari kesenanngan dunia dengan menghalalkan segala cara. Hangat-hangatnya saat ini orang tua akan bangga jika anak mereka mendapatkan nilai yang bagus pada mata pelajaran bahasa inggris, matematika, ekonomi, bisa lulus dengan nilai yang bagus dan dapat melanjutkan pendidikan ke sekolah atau perguruan tinngi ternama di negeri ini. Tidak hanya itu mereka juga mau mengeluarkan uang berapapun bagi putra-putri mereka asal bisa sekolah atau kuliah di PTN ternama tersebut, mereka keluarkan uang yang tidak sedikit untuk biaya les atau bimbel, tapi mereka lupa anak-anak mereka jauh dari pendidikan tauhid, mereka tidak pernah memperhatikan atau menanyakan “ Udah salat, nak?”.
Apakah tradisi mendidik anak yang salah seperti ini akan tetap kita warisi? Memang kita tidak memungkiri pendidikan duniawi juga perlu diberikan kepada anak kita untuk masa depan mereka. Tapi disamping itu kita sangat perlu lagi menanamkan dasar akidah yang kuat kepada mereka dari dini, sehingga jika mereka menjadi seorang jendral akan menjadi jendral yang beriman, seorang mentri akan menjadi mentri yang beriman, seorang presiden presiden yang beriman. Jika iman sudah melandasi amal mereka maka kita tidak perlu lagi berurusan dengan para koruptor, tikus-tikus kantor yang menjadi “Srigala berbulu Domba” yang bisa cuman berjanji dan menjilat.
Setiap orang tua pasti punya keinginan agar anaknya menjadi anak yang saleh dan saleha, bisa memberikan pensiunan pahala bagi mereka jika mereka telah meninggal nanti dengan do’a anak-anak mereka yang saleh dan saleha, dan tidak ada orang tua yang mengiginkan anak mereka menjadi anak yang salah, malah menghambat orang tua mereka masuk sorga. Maka kita patu menauladani Nabi Yaqub ketika member nasihat kepada anak-anaknya “Adakah kamu hadir ketika Ya'qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: "Apa yang kamu sembah sepeninggalku?" Mereka menjawab: "Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya." (QS al-Baqarah: 133).
Sekarang pagi-pagi sekali orang tua telah menanyakn kepada anak mereka “Apa yang akan kau makan sepeninggalku?” sehingga orientasi anak mereka adalah dunia dan menghalalkan segala cara untuk mencapainya. Agar anak kita menajdi anak yang saleh dan menjadi pensiunan pahala bagi kita maka ajarkanlah anak kita dari dini dengan tauhid, dan orientasikanlah hidup mereka dengan nafas-nafas tauhid dengan memberikan pertanyaan “Apa yang akan kau sembah sepeninggalku, nak?.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Translate