Cari Blog Ini

Jumat, 29 November 2013

Analisis Psikologis Bahaya Prasangka atau “Adh-Dhon”

Oleh : Syahri Ramadhan, S.Psi

Tidak jarang kita lihat saat ini konflik terjadi di sana-sini, konflik antar agama, etnis, kelompok organisasi, pendukung partai politik, organisasi massa, dan sebagainya. Ketika ditelusuri lebih lanjut oleh pihak-pihak yang berwenang kebanyakan ditimbulkan oleh permasalahan sepele, seperti kesalahan persepsi, informasi yang salah, dan salah tafsir pada atribut pihak lain. Dengan mudah perkara-perkara sepele tersebut menimbulkan kerusakan di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat. Tauran antar pelajar yang sampai merusak sekolah dan fasilitas umum, baku hantam antara pendemo dan aparat keamanan yang merusak fasilitas gedung-gedung milik pemerintahan, dan banyak lagi yang bisa kita temukan di TV setiap harinya.

Senin, 25 November 2013

Interkoneksi Pendidikan, Akhlak, dan Psikologi

Oleh : Syahri Ramadhan, S.PSi

Pendidikan adalah salah satu aspek yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Sejak manusia ada pertama kalinya pendidikan terus berkembang secara dinamis, seiring dengan bertambahnya waktu dan jumlah manusia. Sampai pada era modern ini pendidikan belum bisa dikatakan mencapai puncak perkembangan karena masih banyak usaha-usaha yang dilakukan manusia untuk terus mengembangkan pendidikan, agar bisa bermanfaat bagi umat manusia di masa yang akan datang.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan (KBBI offline). Sedangkan menurut Muhibbin Syah pendidikan adalah sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang dapat memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan (baca : Syah, 2011 : 10).

Dari dua pengertian di atas maka kita memahami bahwa ada beberapa kata kunci tentang pendidikan, yaitu pendidikan sebagai proses, pendidikan sebagai metode atau upaya pengajaran dan pelatihan, serta pendidikan sebagai usaha mendewasakan manusia dalam hal pengetahuan, pemahaman, dan bertingkah laku.

Unsur-unsur yang ada di dalam pendidikan, seperti proses, metode, dan pengetahuan,  tidak bisa dipisahkan dari aspek psikologi. Bahkan dalam sistem pendidikan yang sering mengalami perubahan adalah proses, metode mendidik, dan materi atau pengetahuan yang diajarkan. Sehingga jika kita cermati di Indonesia acap kali mengalami perubahan dalam kurikulum pendidikan sampai saat ini.

Perubahan yang terjadi dalam sistem pendidikan nasional acap kali mendapat kritikan dari berbagai pihak baik akademisi maupun praktisi. Salah satu faktornya adalah pertimbangan psikologis manusia baik ditinjau dari aspek kognitif, afektif, maupun kinestetik. Aspek-aspek psikologis tersebut memiliki hubungan yang erat dengan materi, metode, dan proses yang ada di dalam pendidikan. Sebagaimana yang dikatakan Muhibbin Syah (baca: Syah, 2011 : 12) bahwa ilmu psikologi sangat erat kaitannya dengan teori dan masalah kependidikan yang tercakup dalam hal-hal berikut:

1.      Penerapan prinsip-prinsip belajar di dalam kelas.
2.      Pengembangan dan pembaruan kurikulum.
3.      Ujian dan evaluasi bakat dan kemampuan.
4.      Sosialisasi proses-proses dan interaksi proses-proses tersebut dengan pendayagunaan ranah kognitif (baca : Syah, 2011 : 12).

Pada konteks yang sangat luas sekali baik pendidikan formal maupun informal dan pendidikan di lingkungan sekolah, keluarga, maupun di masyarakat. Kesemuanya itu tidak bisa dipisahkan dari psikologi. Artinya ada dimensi-dimensi psikologis dalam proses, metode, maupun pengetahuan dalam pendidikan.

Dimensi psikologis merupakan segi psikologi atau ilmu tentang kejiwaan yang menjadi objek kajian ilmiah. Dimensi psikologis dalam sistem pendidikan membantu para aktor yang berkecimpung di dunia pendidikan dalam mencapai tujuan pendidikan baik dalam merencanakan materi pengajaran, metode, maupun evaluasi yang sesuai berdasarkan kondisi psikologis peserta didik dalam rangka mentransfer pengetahuan, memberikan pemahaman, serta mendewasakan cara berpikir dan bertingkah laku peserta didik.

Salah satu tujuan utama pendidikan adalah perubahan akhlak atau tingkah laku ke arah yang lebih baik. Karena pengetahuan yang diajarkan kepada peserta didik diharapkan mampu mendewasakan cara berpikir dan bertingkah laku.

Di zaman modern ini akhlak merupakan topik utama yang hangat diperbincangkan. Banyak penelitian-penelitian ilmiah dilakukan membicarakan tentang akhlak. Berikut penulis kemukakan penelitian-penelitian terbaru tentang nilai moral atau akhlak :

1.      Penelitian Selly Sylviyanah tentang “Pembinaan Akhlak Mulia Pada Sekolah Dasar : Studi Deskriptif Pada Sekolah Dasar Islam Terpadu Nur Al-rahman” yang mengatakan bahwa perkembangan zaman terutama dalam Ilmu Pengetahuan dan Teknologi atau IPTEK memberikan dampak yang signifikan terhadap manusia (Baca : Sylviyanah, 2012).
2.      Penelitian yang dilakukan oleh Oci Melisa Depiyanti tentang “Model Pendidikan Karakter Di Islamic Full Day School : Studi Deskriptif pada SD Cendikia Leadership School, Bandung” yang dilatar belakangi oleh kegegalan pemerintah, pendidik, dan sistem pendidikan yang ada dalam pembinaan akhlak mulia (baca : Depiyanti, 2012).
3.      Penelitian yang dilakukan Hanifah juga mengangkat tema yang sama, yaitu “Pendidikan Pada Anak Usia Dini di Keluarga Karir : Studi Kasus di RW 03 Kelurahan Skabungah Kecamatan Sukajadi” yang dilatar belakangi oleh kurangnya kesadaran keluarga dalam menanamkan akhlak mulia sejak dini di tengah-tengah krisis multidimensional yang dihadapi bangsa Indonesia (baca : Hanifah, 2012).
4.      Kemudian dalam sebuah artikel ilmiah juga dikemukakan perlunya model integrasi pendidikan anti korupsi dalam kurikulum pendidikan Islam (baca : Hakim, 2012). Dilatar belakangi oleh asumsi bahwa sistem pendidikan nasional yang selama ini telah berlangsung belum mampu mencegah perilaku amoral, seperti korupsi.
5.      Kokom St. Komariah dalam Jurnal Pendidikan Agama Islam-Ta’lim mengemukakan tentang model pendidikan nilai moral bagi para remaja menurut Islam (baca : Komariah, 2011).
6.      Arnadi Arkan tentang strategi penanggulangan kenakalan anak-anak remaja usia sekolah (baca : Arkan, 2006).

Penelitian-penelitian di atas secara umum memiliki fokus yang sama, yaitu permasalahan akhlak atau nilai moral dalam pendidikan. Pendidikan di Indonesia dianggap belum mampu menanamkan dasar-dasar akhlak mulia yang kokoh pada anak-anak dan remaja di usia sekolah baik di lingkungan keluarga maupun di lingkungan sekolah dan masyarakat.

Akhlak atau khuluq adalah sifat yang tertanam di dalam jiwa manusia, sehingga akan muncul secara spontan bilamana diperlukan, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan terlebih dahulu, serta tidak memerlukan dorongan dari luar (baca : Ilyas, 2012 : 2). Penjelasan yang hampir serupa juga dikemukakan oleh Ibnu Miskawaih bahwa khuluq (karakter ; sering disamakan dengan akhlak) merupakan suatu keadaan jiwa, keadaan ini menyebabkan jiwa bertindak tanpa dipikir atau dipertimbangkan secara mendalam (baca : Miskawaih, 1994 : 56). Dari kedua pengertian akhlak tersebut sangat jelas bahwa ahklak atau karakter adalah suatu sifat atau keadaan jiwa yang muncul secara spontan, konstan, dan bukan temporer tanpa memerlukan proses berpikir dan dorongan dari luar diri terlebih dahulu.

Lebih lanjut Miskawaih (baca : 1994 : 56) mengatakan bahwa karakter atau akhlak itu bersifat alami, namun dapat berubah secara cepat maupun secara lambat melalui tempaan pendidikan secara terus menerus dan berkesinambungan. Hal senada juga diungkapkan oleh Imam Ghazali bahwa perbuatan-perbuatan baik sangat erat kaitannya dengan keadaan jiwa. Apabila jiwa itu bersih maka akan melahirkan perbuatan-perbuatan yang baik (akhlak karimah), sebaliknya bila jiwa kotor maka akan menghasilkan perbuatan-perbuatan yang buruk (baca : Ghazali, 1995 : 85). Hal penting yang perlu kita pahami bahwa kebaikan dan keburukan akhlak dalam konteks penelitian ini diukur dari sudut pandang Islam (Al-Qur’an dan sunah-sunah Rasulullah).

Dari penjelasan-penjelasan yang kemukakan diatas dapat dipahami bahwa antara akhlak, jiwa, dan pendidikan memiliki ikatan yang sangat kuat dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya, sehingga mustahil untuk dipisah-pisahkan. Maka kita bisa bentuk sebuah peta pemikiran (mind map) seperti di bawah ini :

 






Bagan I. Peta pemikiran hubungan antara Ahlak, Psikologi, dan Pendidikan.

Dikatakan oleh Musthofa bahwa antara psikologi dan akhlak memiliki hubungan yang sangat erat, dimana objek sasaran penyelidikan psikologi adalah terletak pada domain perasaan, khayal, paham, kemauan, ingatan, cinta, dan kenikmatan. Artinya psikologi atau ilmu jiwa meneliti peranan yang dimainkan dalam perilaku manusia, seperti suara hati, kemauan, daya ingatan, hafalan dan pengertian, sangkaan yang ringan, dan kecenderungan-kecenderungan manusia. Kesemuanya itu lapangan kerja jiwa yang menggerakkan manusia untuk berkata dan berbuat. Sedangkan akhlak berkaitan dengan analisis baik atau buruknya jiwa berdasarkan perilaku yang tampak (baca : Zahruddin dan Sinaga : 56-57).

Senada dengan Zahruddin dan Sinaga, Ahmad Amin dalam bukunya “Ethika (Ilmu Akhlak)” mengatakan bahwa antara psikologi dan ethika memiliki hubungan yang sangat kuat, ilmu jiwa menyelidiki dan mebicarakan kekuatan perasaan, paham, mengenal, ingatan, kehendak dan kebebasannya, khayal, rasa kasih, kenikmatan, dan rasa sakit, sedangkan ilmu akhlak sangat menekankan kepada apa yang dibicarakan oleh psikologi bahkan ilmu jiwa merupakan mukadimah bagi ilmu akhlak (baca : Amin, 1977 : 20). Kemudian dalam sebuah ungkapan yang penuh empati al-Ghazali mengatakan bahwa etika adalah puncak ilmu praktis, bagi siapa yang tidak bisa mengendalikan dan mengarahkan jiwanya maka ia akan menderita (baca : Fakhry, 1996 : 128).

Sementara itu antara akhlak dan pendidikan menurut Zahruddin dan Sinaga juga memiliki hubungan yang sangat mendasar dalam hal teoretik maupun pada tatanan praktisnya. Hal ini disebabkan oleh besarnya pengaruh dunia pendidikan terhadap perubahan perilaku manusia (baca : Zahruddin dan Sinaga, 2004 : 59). Sebagaimana yang juga penulis kemukakan di muka bahwa akhlak bisa berubah dari akhlak yang buruk ke akhlak yang baik atau sebaliknya, karena pengaruh pendidikan baik yang diperoleh dari sekolah, keluarga, maupun di masyarakat. Selanjutnya hubungan antara psikologi dan pendidikan telah penulis kemukakan juga di muka bahwa pendidikan tidak bisa dilepaskan dari aspek psikologis manusia, semua aspek pendidikan memiliki hubungan yang erat dengan aspek psikologis, mulai dari materi yang diajarkan, metode pengajaran, proses pengajaran, sampai kepada evaluasi pengajaran.

Secara khusus penulis ingin menyampaikan bahwa peran psikologi sangat penting sekali dalam dunia pendidikan. Kiranya tidak berlebihan jika penulis katakan bahwa sistem pendidikan akan “gersang” tanpa psikologi seperti bunga yang tidak pernah di sirami air. Maka air adalah sebab bunga menjadi hidup, air menjadi sumber kehidupan yang mengalirkan setiap manfaatnya ke dalam sel-sel bunga, sehingga bunga menjadi tumbuh dan berkembang, dan semakin indah dipandang. Maka analogi yang sama bahwa dimensi-dimensi psikologis manusia sangat penting sekali untuk dimanfaatkan dalam sistem pendidikan, karena dimensi-dimensi psikologis itu akan menjadi penggerak jalannya sistem pendidikan, dan memudahkan proses pengajaran (hubungan timbal balik antara guru dan peserta didik), serta pencapaian tujuan pendidikan yang sudah di tetapkan.

Dimensi-dimensi psikologis manusia akan sangat berguna sekali diaplikasikan dalam pendidikan akhlak di dunia pendidikan, khususnya di sekolah-sekolah atau lembaga-lembaga pendidikan. Pendidikan akhlak dengan pendekatan psikologis tentu akan lebih mudah untuk disampaikan kepada peserta didik mengingat besarnya hubungan antara akhlak, pendidikan, dan psikologi. Terutama di dalam pendidikan Islam, dimana akhlak mejadi perhatian utama yang harus ditanamkan kepada generasi Islam. Bahkan Rasulallah sholallahu ‘alaihi wasalam di utus untuk menyempurnakan akhlak umat manusia. Sebagaimana sabda Beliau dalam hadits sahih berikut ini :

إِنَّمَا بُعِثْتُ لأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الأَخْلاَق
Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”. (HR: Al-Bazaar).

Penyempurnaan akhlak yang menjadi tujuan Nabi adalah transformasi dari akhlak yang buruk kepada akhlak yang mulia, yaitu akhlak yang sesuai standar-standar kenabian (prophetic) yang berlandaskan kepada Al-Qur’an dan sunah-sunah Rasulallah.

Oleh karena itu, Islam memiliki tujuan yang mulia dalam pendidikan, sebagaimana yang dikatakan oleh Juwairiyah (baca : Juwairiyah, 2008 : 333) bahwa pendidikan dalam Islam bukan hanya sekedar membentengi diri dari efek negatif saja, melainkan nilai-nilai akhlak yang sudah tertanam dengan baik diharapkan mampu berperan menjadi kekuatan pembebas dari himpitan kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan umat Islam baik di bidang ekonomi, sosial, dan budaya, sehingga mewujud dalam perilaku-perilaku positif dalam kehidupan sehari-hari, seperti kesanggupan untuk bekerja keras, gigih dalam belajar, melawan kemalasan, dan seterusnya.

Apa yang disampaikan oleh Juwairiyah di atas tentang perilaku positif merupakan tujuan pendidikan yang hanya bisa dicapai dengan kemulian akhlak. Bahkan lebih dari sekedar perilaku positif, kemulian akhlak akan mengantarkan peserta didik kepada motivasi dan orientasi tauhid. Dimana, peserta didik dalam berbuat baik hanya semata-mata menjalankan perintah Allah (motivasi), tampa pamrih, dan hanya mengharapkan ridha Allah (orientasi). Wallahu A’lam...

Daftar Pustaka
Amin, A. (1997). Ethika : Ilmu Khalak, cetakan ke II edisi terjemahan. Jakarta : Bulan Bintang.

Arkan, A. (2006). Strategi Penanggulangan Kenakalan Anak-Anak Remaja Usia Sekolah. Ittihad Jurnal Kopertis wilayah XI Kalimantan, Vol. 4, No. 6, Oktober 2006).

Depiyanti, O.M. (2012). Model Pendidikan Karakter Di Islamic Full Day School : Studi Deskriptif pada SD Cendikia Leadership School, Bandung. Jurnal Tarbawi, Vol. I, No. 3, September 2012.

Fakhry, M. (1996). Ethika Dalam Islam, cetakan I. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Ghazali, I. (1995). Neraca Beramal. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Hadits Web. Versi 3.0.

Hakim, L. (2012). Model Integrasi Pendidikan Anti Korupsi Dalam Kurikulum Pendidikan Islam. Jurnal Pendidikan Agama Islam-Ta’lim, Vol. 10, No. 2, 2012.

Hanifah. (2012). Pendidikan Pada Anak Usia Dini di Keluarga Karir : Studi Kasus di RW 03 Kelurahan Skabungah Kecamatan Sukajadi. Jurnal Tarbawi, Vol. 1, No. 3, Juni 2012.

Ilyas, Y. (2012). Kuliah Akhlak, cetakan ke XII. Yogyakarta : Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam (LPPI) UMY.

Juwairiyah. (2008). Pendidikan Moral dalam Pusisi Imam Syafi’i dan Ahmad Syauqi, cetakan I. Yogyakarta : Sukses Offset dan Bidang Akademik UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Komariah, K, St. (2011). Model Pendidikan Nilai Moral Bagi Para Remaja Menurut Islam. Jurnal Pendidikan Agama Islam-Ta’lim, Vol. 9, No. 1, 2012.

Miskawaih, I. (1994). Menuju Kesempurnaan Akhlak : Buku Daras Pertama Tentang Filsafat Etika. Bandung : Mizan

Syah, M. (2011). Psikolgi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung : Remaja Rosda Karya.

Sylviyanah, S. (2012). Pembinaan Akhlak Mulia Pada Sekolah Dasar : Studi Deskriptif Pada Sekolah Dasar Islam Terpadu Nur Al-Rahman. Jurnal Tarbawi, No. I, Vol. 3, September 2012.

Zahruddin, A.R dan Sinaga, H. (2004). Pengantar Studi Akhlak. Jakarta : Raja Grafindo Persada.



Sabtu, 02 November 2013

TEORI - TEORI KEBENARAN ILMIAH

Oleh : Syahri Ramadhan, S.Psi

PENDAHULUAN
Manusia adalah jenis makhluk yang memiliki potensi luar biasa dari bekal akal yang ada padanya. Dengan akal manusia secara terus menerus menjalani kehidupan secara dinamis, terutama perkembangan mental atau psikis. Akal menunjukkan perubahan positif (perkembangan cara berpikir) seiring pertumbuhan usia manusia. Kapasitas berpikir akan semakin kompleks ketika manusia hidup dan tumbuh di kehidupannya. Seorang balita berpikir tentang sebuah pohon, tentu tidak sama dengan seorang dewasa yang berpikir tentang pohon. Inilah potensi akal manusia yang secara kontinu berpikir terus menerus mencari kebenaran. Kebenaran yang bisa mereka terima secara logis dan empiris atau kebenaran ilmiah. Maka perlu kita menyimak sejarah perkembangan manusia dalam mencari kebenaran yang akan kami bahas dalam makalah ini.

Translate