Oleh : Syahri Ramadhan, S.PSi
Pendidikan adalah salah satu aspek yang
tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Sejak manusia ada pertama kalinya
pendidikan terus berkembang secara dinamis, seiring dengan bertambahnya waktu
dan jumlah manusia. Sampai pada era modern ini pendidikan belum bisa dikatakan
mencapai puncak perkembangan karena masih banyak usaha-usaha yang dilakukan
manusia untuk terus mengembangkan pendidikan, agar bisa bermanfaat bagi umat
manusia di masa yang akan datang.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau
sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan
pelatihan (KBBI offline). Sedangkan menurut Muhibbin Syah pendidikan adalah
sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang dapat memperoleh
pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan (baca
: Syah, 2011 : 10).
Dari dua pengertian di atas maka kita
memahami bahwa ada beberapa kata kunci tentang pendidikan, yaitu pendidikan
sebagai proses, pendidikan sebagai metode atau upaya pengajaran dan pelatihan,
serta pendidikan sebagai usaha mendewasakan manusia dalam hal pengetahuan,
pemahaman, dan bertingkah laku.
Unsur-unsur yang ada di dalam pendidikan,
seperti proses, metode, dan pengetahuan,
tidak bisa dipisahkan dari aspek psikologi. Bahkan dalam sistem
pendidikan yang sering mengalami perubahan adalah proses, metode mendidik, dan
materi atau pengetahuan yang diajarkan. Sehingga jika kita cermati di Indonesia
acap kali mengalami perubahan dalam kurikulum pendidikan sampai saat ini.
Perubahan yang terjadi dalam sistem
pendidikan nasional acap kali mendapat kritikan dari berbagai pihak baik
akademisi maupun praktisi. Salah satu faktornya adalah pertimbangan psikologis
manusia baik ditinjau dari aspek kognitif, afektif, maupun kinestetik.
Aspek-aspek psikologis tersebut memiliki hubungan yang erat dengan materi,
metode, dan proses yang ada di dalam pendidikan. Sebagaimana yang dikatakan
Muhibbin Syah (baca: Syah, 2011 : 12) bahwa ilmu psikologi sangat erat
kaitannya dengan teori dan masalah kependidikan yang tercakup dalam hal-hal
berikut:
1.
Penerapan prinsip-prinsip belajar di dalam kelas.
2.
Pengembangan dan pembaruan kurikulum.
3.
Ujian dan evaluasi bakat dan kemampuan.
4.
Sosialisasi proses-proses dan interaksi
proses-proses tersebut dengan pendayagunaan ranah kognitif (baca : Syah, 2011 :
12).
Pada konteks yang sangat luas sekali baik
pendidikan formal maupun informal dan pendidikan di lingkungan sekolah,
keluarga, maupun di masyarakat. Kesemuanya itu tidak bisa dipisahkan dari
psikologi. Artinya ada dimensi-dimensi psikologis dalam proses, metode, maupun
pengetahuan dalam pendidikan.
Dimensi psikologis merupakan segi
psikologi atau ilmu tentang kejiwaan yang menjadi objek kajian ilmiah. Dimensi
psikologis dalam sistem pendidikan membantu para aktor yang berkecimpung di
dunia pendidikan dalam mencapai tujuan pendidikan baik dalam merencanakan
materi pengajaran, metode, maupun evaluasi yang sesuai berdasarkan kondisi
psikologis peserta didik dalam rangka mentransfer pengetahuan, memberikan
pemahaman, serta mendewasakan cara berpikir dan bertingkah laku peserta didik.
Salah satu tujuan utama pendidikan adalah
perubahan akhlak atau tingkah laku ke arah yang lebih baik. Karena pengetahuan
yang diajarkan kepada peserta didik diharapkan mampu mendewasakan cara berpikir
dan bertingkah laku.
Di zaman modern ini akhlak merupakan topik
utama yang hangat diperbincangkan. Banyak penelitian-penelitian ilmiah
dilakukan membicarakan tentang akhlak. Berikut penulis kemukakan
penelitian-penelitian terbaru tentang nilai moral atau akhlak :
1.
Penelitian Selly Sylviyanah tentang “Pembinaan
Akhlak Mulia Pada Sekolah Dasar : Studi Deskriptif Pada Sekolah Dasar Islam
Terpadu Nur Al-rahman” yang mengatakan bahwa perkembangan zaman terutama dalam
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi atau IPTEK memberikan dampak yang signifikan
terhadap manusia (Baca : Sylviyanah, 2012).
2.
Penelitian yang dilakukan oleh Oci Melisa
Depiyanti tentang “Model Pendidikan Karakter Di Islamic Full Day School
: Studi Deskriptif pada SD Cendikia Leadership School, Bandung” yang
dilatar belakangi oleh kegegalan pemerintah, pendidik, dan sistem pendidikan
yang ada dalam pembinaan akhlak mulia (baca : Depiyanti, 2012).
3.
Penelitian yang dilakukan Hanifah juga mengangkat
tema yang sama, yaitu “Pendidikan Pada Anak Usia Dini di Keluarga Karir : Studi
Kasus di RW 03 Kelurahan Skabungah Kecamatan Sukajadi” yang dilatar belakangi
oleh kurangnya kesadaran keluarga dalam menanamkan akhlak mulia sejak dini di
tengah-tengah krisis multidimensional yang dihadapi bangsa Indonesia (baca : Hanifah,
2012).
4.
Kemudian dalam sebuah artikel ilmiah juga
dikemukakan perlunya model integrasi pendidikan anti korupsi dalam kurikulum
pendidikan Islam (baca : Hakim, 2012). Dilatar belakangi oleh asumsi bahwa
sistem pendidikan nasional yang selama ini telah berlangsung belum mampu
mencegah perilaku amoral, seperti korupsi.
5.
Kokom St. Komariah dalam Jurnal Pendidikan Agama
Islam-Ta’lim mengemukakan tentang model pendidikan nilai moral bagi para remaja
menurut Islam (baca : Komariah, 2011).
6.
Arnadi Arkan tentang strategi penanggulangan
kenakalan anak-anak remaja usia sekolah (baca : Arkan, 2006).
Penelitian-penelitian di atas secara umum
memiliki fokus yang sama, yaitu permasalahan akhlak atau nilai moral dalam
pendidikan. Pendidikan di Indonesia dianggap belum mampu menanamkan dasar-dasar
akhlak mulia yang kokoh pada anak-anak dan remaja di usia sekolah baik di lingkungan
keluarga maupun di lingkungan sekolah dan masyarakat.
Akhlak atau khuluq adalah sifat
yang tertanam di dalam jiwa manusia, sehingga akan muncul secara spontan
bilamana diperlukan, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan terlebih
dahulu, serta tidak memerlukan dorongan dari luar (baca : Ilyas, 2012 : 2).
Penjelasan yang hampir serupa juga dikemukakan oleh Ibnu Miskawaih bahwa khuluq
(karakter ; sering disamakan dengan akhlak) merupakan suatu keadaan jiwa,
keadaan ini menyebabkan jiwa bertindak tanpa dipikir atau dipertimbangkan
secara mendalam (baca : Miskawaih, 1994 : 56). Dari kedua pengertian akhlak
tersebut sangat jelas bahwa ahklak atau karakter adalah suatu sifat atau
keadaan jiwa yang muncul secara spontan, konstan, dan bukan temporer tanpa
memerlukan proses berpikir dan dorongan dari luar diri terlebih dahulu.
Lebih lanjut Miskawaih (baca : 1994 : 56)
mengatakan bahwa karakter atau akhlak itu bersifat alami, namun dapat berubah
secara cepat maupun secara lambat melalui tempaan pendidikan secara terus
menerus dan berkesinambungan. Hal senada juga diungkapkan oleh Imam Ghazali
bahwa perbuatan-perbuatan baik sangat erat kaitannya dengan keadaan jiwa.
Apabila jiwa itu bersih maka akan melahirkan perbuatan-perbuatan yang baik
(akhlak karimah), sebaliknya bila jiwa kotor maka akan menghasilkan
perbuatan-perbuatan yang buruk (baca : Ghazali, 1995 : 85). Hal penting yang
perlu kita pahami bahwa kebaikan dan keburukan akhlak dalam konteks penelitian
ini diukur dari sudut pandang Islam (Al-Qur’an dan sunah-sunah Rasulullah).
Dari penjelasan-penjelasan yang kemukakan
diatas dapat dipahami bahwa antara akhlak, jiwa, dan pendidikan memiliki ikatan
yang sangat kuat dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya, sehingga
mustahil untuk dipisah-pisahkan. Maka kita bisa bentuk sebuah peta pemikiran (mind
map) seperti di bawah ini :
Bagan I. Peta pemikiran hubungan antara Ahlak, Psikologi, dan Pendidikan.
Dikatakan oleh Musthofa bahwa antara
psikologi dan akhlak memiliki hubungan yang sangat erat, dimana objek sasaran
penyelidikan psikologi adalah terletak pada domain perasaan, khayal, paham,
kemauan, ingatan, cinta, dan kenikmatan. Artinya psikologi atau ilmu jiwa
meneliti peranan yang dimainkan dalam perilaku manusia, seperti suara hati,
kemauan, daya ingatan, hafalan dan pengertian, sangkaan yang ringan, dan
kecenderungan-kecenderungan manusia. Kesemuanya itu lapangan kerja jiwa yang
menggerakkan manusia untuk berkata dan berbuat. Sedangkan akhlak berkaitan
dengan analisis baik atau buruknya jiwa berdasarkan perilaku yang tampak (baca
: Zahruddin dan Sinaga : 56-57).
Senada dengan Zahruddin dan Sinaga, Ahmad
Amin dalam bukunya “Ethika (Ilmu Akhlak)” mengatakan bahwa antara psikologi dan
ethika memiliki hubungan yang sangat kuat, ilmu jiwa menyelidiki dan
mebicarakan kekuatan perasaan, paham, mengenal, ingatan, kehendak dan
kebebasannya, khayal, rasa kasih, kenikmatan, dan rasa sakit, sedangkan ilmu
akhlak sangat menekankan kepada apa yang dibicarakan oleh psikologi bahkan ilmu
jiwa merupakan mukadimah bagi ilmu akhlak (baca : Amin, 1977 : 20). Kemudian
dalam sebuah ungkapan yang penuh empati al-Ghazali mengatakan bahwa etika
adalah puncak ilmu praktis, bagi siapa yang tidak bisa mengendalikan dan
mengarahkan jiwanya maka ia akan menderita (baca : Fakhry, 1996 : 128).
Sementara itu antara akhlak dan pendidikan
menurut Zahruddin dan Sinaga juga memiliki hubungan yang sangat mendasar dalam
hal teoretik maupun pada tatanan praktisnya. Hal ini disebabkan oleh besarnya
pengaruh dunia pendidikan terhadap perubahan perilaku manusia (baca : Zahruddin
dan Sinaga, 2004 : 59). Sebagaimana yang juga penulis kemukakan di muka bahwa
akhlak bisa berubah dari akhlak yang buruk ke akhlak yang baik atau sebaliknya,
karena pengaruh pendidikan baik yang diperoleh dari sekolah, keluarga, maupun
di masyarakat. Selanjutnya hubungan antara psikologi dan pendidikan telah
penulis kemukakan juga di muka bahwa pendidikan tidak bisa dilepaskan dari
aspek psikologis manusia, semua aspek pendidikan memiliki hubungan yang erat
dengan aspek psikologis, mulai dari materi yang diajarkan, metode pengajaran,
proses pengajaran, sampai kepada evaluasi pengajaran.
Secara khusus penulis ingin menyampaikan
bahwa peran psikologi sangat penting sekali dalam dunia pendidikan. Kiranya
tidak berlebihan jika penulis katakan bahwa sistem pendidikan akan “gersang”
tanpa psikologi seperti bunga yang tidak pernah di sirami air. Maka air adalah
sebab bunga menjadi hidup, air menjadi sumber kehidupan yang mengalirkan setiap
manfaatnya ke dalam sel-sel bunga, sehingga bunga menjadi tumbuh dan
berkembang, dan semakin indah dipandang. Maka analogi yang sama bahwa
dimensi-dimensi psikologis manusia sangat penting sekali untuk dimanfaatkan
dalam sistem pendidikan, karena dimensi-dimensi psikologis itu akan menjadi
penggerak jalannya sistem pendidikan, dan memudahkan proses pengajaran
(hubungan timbal balik antara guru dan peserta didik), serta pencapaian tujuan
pendidikan yang sudah di tetapkan.
Dimensi-dimensi psikologis manusia akan
sangat berguna sekali diaplikasikan dalam pendidikan akhlak di dunia
pendidikan, khususnya di sekolah-sekolah atau lembaga-lembaga pendidikan.
Pendidikan akhlak dengan pendekatan psikologis tentu akan lebih mudah untuk
disampaikan kepada peserta didik mengingat besarnya hubungan antara akhlak,
pendidikan, dan psikologi. Terutama di dalam pendidikan Islam, dimana akhlak
mejadi perhatian utama yang harus ditanamkan kepada generasi Islam. Bahkan
Rasulallah sholallahu ‘alaihi wasalam di utus untuk menyempurnakan
akhlak umat manusia. Sebagaimana sabda Beliau dalam hadits sahih berikut ini :
إِنَّمَا
بُعِثْتُ لأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الأَخْلاَق
”Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan
akhlak yang mulia”. (HR: Al-Bazaar).
Penyempurnaan akhlak yang menjadi tujuan
Nabi adalah transformasi dari akhlak yang buruk kepada akhlak yang mulia, yaitu
akhlak yang sesuai standar-standar kenabian (prophetic) yang
berlandaskan kepada Al-Qur’an dan sunah-sunah Rasulallah.
Oleh karena itu, Islam memiliki tujuan
yang mulia dalam pendidikan, sebagaimana yang dikatakan oleh Juwairiyah (baca :
Juwairiyah, 2008 : 333) bahwa pendidikan dalam Islam bukan hanya sekedar
membentengi diri dari efek negatif saja, melainkan nilai-nilai akhlak yang
sudah tertanam dengan baik diharapkan mampu berperan menjadi kekuatan pembebas
dari himpitan kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan umat Islam baik di
bidang ekonomi, sosial, dan budaya, sehingga mewujud dalam perilaku-perilaku
positif dalam kehidupan sehari-hari, seperti kesanggupan untuk bekerja keras,
gigih dalam belajar, melawan kemalasan, dan seterusnya.
Apa yang
disampaikan oleh Juwairiyah di atas tentang perilaku positif merupakan tujuan
pendidikan yang hanya bisa dicapai dengan kemulian akhlak. Bahkan lebih dari
sekedar perilaku positif, kemulian akhlak akan mengantarkan peserta didik
kepada motivasi dan orientasi tauhid. Dimana, peserta didik dalam berbuat baik
hanya semata-mata menjalankan perintah Allah (motivasi), tampa pamrih, dan
hanya mengharapkan ridha Allah (orientasi). Wallahu A’lam...
Daftar Pustaka
Amin, A. (1997). Ethika : Ilmu
Khalak, cetakan ke II edisi terjemahan. Jakarta : Bulan Bintang.
Arkan, A. (2006). Strategi
Penanggulangan Kenakalan Anak-Anak Remaja Usia Sekolah. Ittihad Jurnal
Kopertis wilayah XI Kalimantan, Vol. 4, No. 6, Oktober 2006).
Depiyanti, O.M. (2012). Model Pendidikan Karakter
Di Islamic Full Day School : Studi Deskriptif pada SD Cendikia Leadership
School, Bandung. Jurnal Tarbawi, Vol. I, No. 3, September 2012.
Fakhry, M. (1996). Ethika Dalam Islam, cetakan
I. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Ghazali, I. (1995). Neraca Beramal. Jakarta
: PT. Rineka Cipta.
Hadits Web. Versi 3.0.
Hakim, L. (2012). Model Integrasi Pendidikan Anti
Korupsi Dalam Kurikulum Pendidikan Islam. Jurnal Pendidikan Agama
Islam-Ta’lim, Vol. 10, No. 2, 2012.
Hanifah. (2012). Pendidikan Pada Anak Usia Dini di
Keluarga Karir : Studi Kasus di RW 03 Kelurahan Skabungah Kecamatan Sukajadi. Jurnal
Tarbawi, Vol. 1, No. 3, Juni 2012.
Ilyas, Y. (2012). Kuliah Akhlak, cetakan ke XII.
Yogyakarta : Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam (LPPI) UMY.
Juwairiyah. (2008). Pendidikan Moral dalam
Pusisi Imam Syafi’i dan Ahmad Syauqi, cetakan I. Yogyakarta : Sukses Offset
dan Bidang Akademik UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Komariah, K, St. (2011).
Model Pendidikan Nilai Moral Bagi Para Remaja Menurut Islam. Jurnal
Pendidikan Agama Islam-Ta’lim, Vol. 9, No. 1, 2012.
Miskawaih, I. (1994). Menuju
Kesempurnaan Akhlak : Buku Daras Pertama Tentang Filsafat Etika. Bandung :
Mizan
Syah, M. (2011). Psikolgi Pendidikan Dengan
Pendekatan Baru. Bandung : Remaja Rosda Karya.
Sylviyanah, S. (2012). Pembinaan Akhlak Mulia Pada
Sekolah Dasar : Studi Deskriptif Pada Sekolah Dasar Islam Terpadu Nur
Al-Rahman. Jurnal Tarbawi, No. I, Vol. 3, September 2012.
Zahruddin, A.R dan Sinaga, H. (2004). Pengantar
Studi Akhlak. Jakarta : Raja Grafindo Persada.