Cari Blog Ini

Selasa, 25 Juni 2013

“Manajemen Stress Islami Dengan Beriman Kepada Takdir Allah Swt”



Oleh : Syahri Ramadhan, S.Psi


“Katakanlah: "Siapakah yang dapat melindungi kamu dari (takdir) Allah jika Dia menghendaki bencana atasmu atau menghendaki rahmat untuk dirimu?" Dan orang-orang munafik itu tidak memperoleh bagi mereka pelindung dan penolong selain Allah.” {QS. Al-Ahzab [33] : 17}.




Tingkat kompleksitas kehidupan manusia makin hari semakin rumit mulai dari masalah ekonimi, pendidikan, social, dan sebagainya. Hiruk pikuk kehidupan mengusik ketenangan manusia, mulai dari tuntutan ekonomi, pendidikan, dan kehidupan social yang kacau balau. Manusia seakan diperbudak oleh kehidupan dunia. Bagaimanan tidak, seharusnya waktu malam yang dijadikan untuk beristirahat dari fananya kehidupan di siang hari, malah dijadikan sebagai waktu lembur untuk menyelesaikan pekerjaan yang terbengkalai siangnya. Seharusnya waktu malam dijadikan untuk bersenda gurau dengan keluarga, malah tersibukkan dengan kebutuhan pekerjaan yang tidak habis-habisnya. Allah Swt berfirman dalam kalamnya yang mulia :

“Dialah yang menjadikan untukmu malam (sebagai) pakaian, dan tidur untuk istirahat, dan Dia menjadikan siang untuk bangun berusaha.” {QS. Al-Furqan [25] : 47}.

Semakin sibuk manusia dengan dunia maka semakin jauh pula mereka dari kebahagian dan ketenangan. Besarnya usaha manusia untuk mencapai kemegahan kehidupan dunia tidak menjadi jaminan mereka bisa hidup dengan kebahagian, karena secara material kita bisa menjamin bahwa mereka itu bahagia. Tapi ukuran kebahagian itu bukanlah material atau jasmaniah (fisik), melainkan bersifat rohaniah (psikis).

Sudut pandang duniawiah, yaitu menjadikan kehidupan dunia sebagai tujuan hidup dan sebagai standar kebahagian, lebih jelasnya Islam menyebutnya dengan“hubbudduniyah” atau cinta dunia. Akan membuat manusia dipermainkan oleh kehidupan dunia yang fana ini. Tidak jarang kita melihat orang khawatir, cemas, merasa tertekan, terancam, dan takut dikarenakan perusahaannya bangkrut, karirnya anjlok, di PHK, gajinya tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari, diputus pacar yang ia cintai, dicerai suami atau isteri dan lain sebagainya.

Islam adalah agama yang sempurna. Islam mengatur bagaimana seharusnya manusia hidup di dunia dan hidup untuk akhiratnya. Islam tidak menuntut manusia untuk beribadah secara terus menerus, tapi Islam mengajarkan bagaimana usaha manusia untuk kehidupan dunianya bisa menjadi amal shaleh di sisi Allah Swt.

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” {QS. Al-Qashash [28] : 77}.

Allah Swt. telah menentukan nasib setiap makhluknya yang telah dituliskan di“lauhulmahfuzh” sebelum makhluk itu diciptakan. Sehingga apapun yang terjadi pada segala sesutau yang berhubungan dengan alam semesta maka sunnguh telah Allah tetapkan bahwa itu akan terjadi, sungguh Allah Maha Berkehendak sesukanya.

“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz).” {QS. Al-An’ām [6] : 59}.

Mengimani apa-apa yang telah ditetapkan Allah adalah wajib bagi orang Islam karena itu merupakan salah satu dari rukun Iman, yang disebut sengan Iman kepada takdir baik maupun takdir buruk.

“Iman adalah bahwasanya engkau percaya kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-Nya, hari akhir (kiamat), dan engkau percaya kepada qadar yang baik maupuin buruk.” {HR. Muslim, hadis ke 2 dari kitab Arba’in An-Nawawiyah}.

Dibalik kewajiban ini tentu Allah Swt menyediakan hikmah yang banyak bagi manusia, karena mustahil bagi Allah menciptakan sesuatu tanpa ada himahnya.

Seorang Muslim diajarkan untuk berserah diri kepada Allah (bertawakkal), dimana segala daya dan upaya (ihktiar) yang dilakukan merupakan sarana untuk mencapai hasil yang maksimal. Namun, setelah berikhtiar manusia diharuskan untuk bertawakkal karena yang berhak menentukan hasil ikhtiar tersebut hanyalah Allah Swt. Apabila hasil yang didapatkan baik maka mereka tidak kufur, tapi jika hasil yang didapatkan kurang baik maka mereka tetap besyukur. Inilah hakikat dari beriman kepada takdir Allah. Dibalik hasil yang kita peroleh kita bisa mengambil hikmah (Ibrah), misalnya jika hasil yang kita dapatkan kurang baik maka pelajaran yang kita peroleh adalah mungkin usaha kita kurang maksimal sehingga selanjutnya kita bisa memaksimalkan usaha kita. Di lain kasus, kita telah berusaha semaksimal mungkin tapi hasilnya tetap kurang baik juga, maka pelajaran yang kita ambil adalah Allah menguji kita, artinya Allah sayang kepada kita sehingga Allah akan menaikkan derajat kita dengan ujian itu.

“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?.” {QS. Al-Ankabût [29] : 2}.

Dengan adanya ujian dari Allah tersebut maka akan diketahui siapakah orang-orang yang beriman, siapakah orang orang yang munafik, dan siapakah orang-orang yang paling baik amalannya?

Dari Umar bin Khatab ra. Nabi Saw bersabda : “Sekiranya kamu bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya, niscaya Allah akan membeikan kepadamu rizki sebagaimana burung yang juga diberi rizki; ketika fajar menyingsing ia pergi dalam keadaan lapar dan menjelang senja mereka pulang dalam keadaan kenyang.” {HR. Tirmidzi}.

Tawakkal bagi seorang Mukmin bukan bermakna pasif. Pasrah, narimo ing gandum, sama sekali bukan, tetapi merupakan sebuah aktititas untuk menggapai rizki Allah yang halal dan thayyiban secara sungguh-sungguh dibarengi do’a dan menyerahkan segala hasil usaha hanya kepada Allah. Sehingga manakala dia sukses tidak seta-mata menganggap itu semua hasil jerih payah, kecerdasan, dan kepiawaiannya kemudian‘ujub dan sombong. Juga tatkala dia gagal total lantas tidak minder, putus asa, stress, sakit hati, atau kafir, sama sekali bukan.

Orang yang senantiasa beriman kepada takdir Allah, seraya berusaha, berdo’a, dan bertawakkal akan menjadikan segala sesuatu yang menimpa dirinya, baik itu berupa kebaikan, rizki yang berlimpah, jabatan yang tinggi, isteri yang cantik, maupun berupa keburukan dan kegagalan. Mereka akan menyikapinya dengan habatush shadr(kelapangan dada) yang sempurna.

Sesungguhnya Rasul dan para sahabat beliau adalah tauladan yang patut kita ikuti dalam hal mengimani takdir Allah Swt. kita bisa menyimak kisah-kisah perjuangan Rasul dan para sahabatnya dalam mengarungi kehidupan dunia fana ini. Walaupun mereka hidup dengan pas-pasan, kehilangan harta benda, sanak keluarga, bahkan nyawa jadi taruhannya ketika mereka diperintahkan Allah untuk berhijrah. Mereka tetap bisa menjaga jiwa (ruhaniah) mereka dari stress. Dimana secara logika dengan melihat manusia jaman sekarang mustahil mereka bisa bertahan dari kekejaman, ancaman, siksaan baik secara lahir maupun batin yang gencar dari orang-orang kafir. Maka tentu ada suatu rahasia dibalik kekuatan jiwa tersebut, yaitu iman kepada Allah Swt dan takdir-Nya.

Wallahu 'alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Translate