Cari Blog Ini

Selasa, 25 Juni 2013

“Anakku, Sembahlah Allah!...Walaupun Ayahmu Sudah Tidak Ada”



Oleh : Syahri Ramadhan, S.Psi



“Adakah kamu hadir ketika Yakub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: Apa yang kamu sembah sepeninggalku? Mereka menjawab: Kami akan menyembah Ilah-mu dan Ilah nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail, dan Ishaq, (yaitu) ilah yang Maha Esa dan kami hanya tunduk kepada-Nya”. (QS.Al-Baqarah [2]:133)




Pembaca yang budiman. Anak adalah amanah yang dititipkan Allah Swt kepada setiap orang tua. Oleh karena itu setiap orang tua wajib menjaga amanah yang dititipkan Allah Swt kepada mereka. Kalau orang tua pandai dalam menjaga amanah tersebut maka anaknya akan membawa mereka ke surgaNya Allah Swt. Tapi sebaliknya, kalau mereka lalai dalam menjaga amanah dan menyia-nyiakannya maka dia akan menjerumuskan orang tuanya kedalam kemurkaan Allah dan nerekaNya. Kepada para orang tua Allah swt telah memberikan peringatan “ Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanya sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar”. (QS. Al-Anfal [8] : 28). Kemudian Allah juga memerintahkan kepada orang-orang yang beriman untuk menjaga diri mereka dan keluarga mereka dari api neraka “ Hai, orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu…”. (QS At-Tahrim [66] : 6).

Anak merupakan amanah dan fitnah yang sangat besar yang diberikan Allah Swt kepada orang tua sehingga Allah swt memperingatkan orang tua di dalam Al-Qur’an yang mulia. Supaya amanah tersebut tidak menjadi fitnah yang buruk maka kita wajib mentarbiyah anak-anak kita dengan aqidah tauhid sejak dini sebagaimana ajaran yang dibawa Nabi Saw. Mengajarkan aqidah tauhid kepada anak sejak dini merupakan suatu langkah yang baik untuk membentengi intelektual anak kedepannya. Pondasi aqidah tauhid yang kokoh akan menciptakan intelektual-intelektual Muslim yang berakhlak mulia. Karena esensinya aqidah tauhid mengajarkan kepada manusia untuk menjadi makhluk yang berakhlak al-karimah atau al-mahmudah. Sehingga apabila aqidah tauhidnya telah tertanamkan dengan baik dan tumbuh didalam diri anak, maka mau menjadi apapun seorang anak akan menjadi orang yang baik, mau menjadi presiden akan menjadi presiden yang beriman, mau menjadi jenderal dia akan menjadi jenderal yang beriman, mau menjadi politikus dia akan menjadi politikus yang beriman. Sehingga orientasi hidup mereka bukanlah untuk mencapai kenikmatan dunia semata (hedonisme), tapi mengutamakan kepentingan akhirat dari pada kepentingan dunia karena mereka sadar bahwa kehidupan akhirat lebih baik bagi mereka dari pada kehidupan dunia “walal ākhiratu khairul laka minal ûlā”. (QS. Adh-Dhuha [93] : 4).

Memang sebuah tantangan yang sangat berat bagi orang tua untuk mendidik anak menjadi anak yang saleh. Apalagi zaman sekarang, berbagai godaan datang dari luar dengan menawarkan berbagai macam pendidikan yang kata mereka bisa menjamin masa depan anak didik mereka. Metode-metode pendidikan dimodifikasi sedemikian rupa, sistem-sistem infiormasi dan komunikasi dimasukkan ke dalam dunia pendidikan sebagai standar kebagusan suatu lembaga pendidikan. Memang, cara tersebut tidak salah, bahkan juga memberikan kontribusi yang positif untuk meningkatkan mutu pendidikan. Akan tetapi, ada satu hal yang terlupakan, metode pendidikan yang diterapkan di berbagai lembaga pendidikan pada umumnya jauh dari nilai-nilai Islam. Pendidik sekarang secara umum hanya menjiplak teori-teori Barat secara tidak adaptif. Secara logika saja kita bisa menyadari bahwa belum tentu teori-teori Barat cocok dengan kebudayaan timur kita, terutama ideology keIslaman. Sesuatu yang dianggap normal di Barat belum tentu normal di dalam Islam, begitu juga sebaliknya, sesuatu yang dianggap abnormal di Barat belum tentu abnormal di dalam Islam. Sehingga kita perlu kembali menggali nilai-nilai psikis dalam Islam, sebagai mana yang telah diajarkan Nabi saw.

Suatu realita yang sangat ironi sekali. Jika, pagi-pagi sekali orang tua telah menanyakan kepada anak-anak mereka “mā ta’kulûna min ba’di?” atau “apa yang akan kamu makan sepeninggalku nanti, nak?”. Ini merupakan salah satu dampak dari ketidak pahaman orang tua akan hakikat hidup. Sehingga sejak dini mereka telah menanamkan hedonisme (hubuddunya) pada anak-anak mereka. Selanjutnya orang tua akan memasukkan anak-anak mereka ke lembaga-lembaga pendidikan yang bonafit, mereka rela mebayar berapapun asal anak-anak mereka terjamin masa depannya. Padahal, Islam telah mengajarkan bahwa pendidikan ilmu agama lebih utama dari pendidikan ilmu dunia “Allah meninggikan derajat orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang di beri ilmu beberapa derajat”.(QS. Al-Mujadalah [85] : 11). Para ulama sepakat bahwa yang dimaksud “orang-orang yang diberi ilmu” disini adalah orang-orang yang diberi ilmu tentang agama. Kemudian didalam hadits dari Bukhari Nabi saw juga bersabda “Barang siapa yang dikehendaki Allah kebaikan atasnya, maka Allah pahamkan ia agama”.

Nabi Ya’kub as. telah mengajarkan kepada kita tentang bagaimana cara mendidik anak dengan baik “Adakah kamu hadir ketika Yakub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: Apa yang kamu sembah sepeninggalku?”. Kemudian Nabi saw juga mengajarkan kita pentingnya mendidik anak- dengan tauhid sejak dini, sebagai mana hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas (dalam sahih Muslim) bahwa Rasul telah mengajarkan Ibnu Abbas tentang tauhid diwaktu Ibnu Abbas masih anak-anak sehingga Ibnu Abbas menjadi ulama besar dizamannya. Hal yang paling fundamental yang harus ditanamkan orang tua kepada anak-anaknya adalah tauhid, bukan bagaimana cara mencari uang yang banyak atau bagaimana mendapatkan kedudukan yang tinggi. Kalau tauhid anak-anak kita sudah benar, setelah itu baru kita ajarkan bagaimana cara mencari uang dan jabatan. Karena, uang yang akan didapatkan dengan cara yang halal, dan dibelanjakan kepada perkara yang halal juga. Begitu juga jabatan, mereka akan menjadi pemimpin yang adil, dan yang dipimpinnya pun akan rido dengan kepemimpinan mereka.

Setiap orang tua pasti menginginkan anak-anak mereka menjadi anak-anak yang saleh dan menjadi pensiunan pahala bagi mereka setelah meninggal nanti, bukan menjadi anak-anak yang salah, malah memberatkan mereka menuju surga Allah swt. Oleh karena itu, wahai, orang tua yang budiman! Mulai sekarang mari kita tarbiyah anak-anak kita dengan tauhid. Tidak salah jika kita menanyakan kepada anak-anak kita “Wahai, anakku! Apa yang kamu sembah setelah aku meninggal nanti?” sehingga mereka paham tujuan mereka hidup di dunia adalah untuk mengabdi kepada Allah swt, dan generasi Muslim kedepannya akan tumbuh menjadi generasi-generasi yang cerdas spiritual dan intelektual.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Translate