Cari Blog Ini

Minggu, 28 Agustus 2016

Seri Psikologi Islam 8

PENTINGNYA ADAB DALAM MENUNTUT ILMU

Dunia pendidikan Indonesia saat ini berada pada titik nadir yang cukup memprihatinkan. Tanpa harus melalui berbagai penelitian terlebih dahulu, kita bisa menilai dan mengambil sebuah konklusi bahwa dunia pendidikan kita saat ini sangat buruk sekali. Secara umum kita bisa melihat proses pendidikan yang kurang baik, hingga hasilnya pun tidak memuaskan. Ini bukan sikap subjektif penulis yang pesimistis terhadap pendidikan kita, tapi itulah kenyataannya. Lihatlah berapa banyak generasi kita yang terlibat kriminalitas, narkoba, murid yang membunuh guru, mahasiswa yang membunuh dosen, siswa yang terlibat pergaulan bebas, akses video porno dikalangan remaja yang semakin hari semakin memprihatinkan, dan banyak lagi yang lainnya.

Lalu, sebetulnya dalam proses pendidikan kita apanya yang salah? Toh, ketika masuk sekolah ada tesnya, mulai dari tes psikologis sampai tes keberagamaan. Yang mengetes juga para sarjana yang sudah dianggap kompeten di bidangnya. Selanjutnya, dalam proses toh juga dituntun dengan kurikulum yang sudah didesain oleh para pakar pendidikan, psikologi, agamawan, dan pakar-pakar lainnya. Untuk mengontrol kemajuan pendidikan pun sudah diadakan evaluasi minimal dua kali dalam setahun yang berskala nasional. Lalu salahnya dimana?

Kalau kita belajar dari para ilmuwan besar dimasa lalu, sebut saja Al-Ghazali, Imam An-nawawi, Ibnul Qoyyim Al-Jauziyah, dan Ibnu Taimiyah, mereka adalah ilmuwan dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan, hampir semua cabang ilmu pengetahuan di masanya mereka pelajari dan kuasai. Misalnya Al-Ghazali, selain pakar dalam ilmu agama, beliau juga pakar dalam ilmu filsafat, tasawuf, psikologi, dan pendidikan. Banyak karya-karya mereka yang masih abadi hingga saat ini. Kita dengan mudah menemukan karya-karya mereka yang sudah di cetak ke berbagai bahasa, karena pemikiran mereka sampai saat ini masih bermanfaat dan diakui oleh manusia. Lalu, apa kuncinya, apakah mereka punya rumus khusus untuk menjadi seperti itu?

Dalam kitab-kitab tentang adab menuntut ilmu diceritakan tentang Imam Malik, seorang imam mazhab besar dalam Islam. Sewaktu Imam Malik akan menuntut ilmu kepada gurunya, Ibunya mewasiatkan sebuah wasiat yang sangat berharga bagi penuntut ilmu. Ibunya berkata “Sebelum kamu belajar ilmunya, ambillah adabnya”. Nasihat yang singkat, tapi inilah mutiara nasehat yang luar biasa, yang hanya dipahami oleh orang alim yang saleh. Nasehat ini kemudian dipegang kuat-kuat oleh Imam Malik sampai akhir hayatnya. Bahkan, bukan hanya Imam Malik, nasehat ini juga diambil oleh ilmuwan-ilmuwan besar selainnya, misalnya ada diantara mereka yang masa belajar adabnya lebih lama dibanding masanya belajar ilmu fikih, hadis, tafsir, akidah, dan lainnya.

Inilah kuncinya, inilah rahsianya. Ilmu yang baik tidak akan bisa diambil oleh penuntut ilmu yang buruk adabnya. Ilmu yang baik hanya mampu diambil oleh penuntut ilmu yang baik adabnya. Hikmah yang penting kita ambil untuk pendidikan kita bahwa pendidikan akan sukses meraih tujuannya kalau pendidikan tersebut membangun karakter para penuntut ilmunya dengan adab-adab yang baik.

Adab menuntut ilmu dapat difahami dalam ruang lingkup relasi antara guru dengan murid, antara murid dengan murid, antara murid dengan ilmu yang dia pelajari. Relasi antara murid dengan ilmu yang dipelajari meliputi dua hal, yaitu relasi antara murid dengan ilmu yang dia pelajari ketika dia belajar dan relasi antara murid dengan ilmu yang dia pelajari ketika mengamalkan ilmu tersebut.

Pertama, adab antara guru dengan murid. Guru adalah orang yang mengajarkan ilmu kepada murid, maka kedudukan guru lebih tinggi dari pada murid. Ilmu yang diajarkan guru kepada murid akan mudah diperoleh apabila guru memiliki hati yang ikhlas dalam mengajarkan ilmunya dan murid juga dengan hati yang ikhlas menerima ilmunya. Hati yang ikhlas ini bisa timbul apabila relasi antara guru dengan murid baik. Sang guru sadar kedudukannya sebagai guru yang harus menyampaikan ilmunya, murid juga sadar kedudukan sebagai murid yang berkewajiban menuntut ilmu. Hubungan ini akan terbina dengan baik apabila murid menaati aturan-aturan belajar yang dibuat gurunya. Sehingga guru dalam menyampaikan ilmunya tidak terganggu oleh pelanggaran-pelanggaran muridnya. Bila aturan itu dilanggar tentu guru merasa terganggu, dan bisa jadi keihklasannya menjadi berkurang.

Kedua, adab antara murid dengan murid. Adab yang baik juga harus terjalin antara sesama penuntut ilmu. Buruknya adab antara sesama penuntut ilmu bisa saja menghalangi keberhasilan proses belajar. Karena pikiran mereka bisa saja tergangg oleh hubungan yang tidak baik diantara mereka. Hal ini kemudian mengganggu proses belajar dan mengurangi kepahaman terhadap ilmu.


Ketiga, adab antara murid dengan ilmu yang dia pelajari yang terbagi menjadi dua; (a) adab murid terhadap ilmu yang dia pelajari saat proses belajar, maksudnya murid harus memiliki niat yang jernih ketika mempelajari suatu ilmu. Ilmu yang dia pelajari hendaklah diniatkan ikhlas karena Allah Subhanahu Wa Ta’ala, untuk memperbaiki kehidupan umat, serta memiliki motivasi yang besar untuk belajar ilmu tersebut; (b) adab murid terhadap ilmunya setelah dia selesai mempelajari suatu ilmu, maksudnya adalah seorang murid dituntut untuk mengamalkan ilmunya sesuai dengan aturan-aturan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Ilmu yang dia kuasai tidak boleh digunakan untuk melanggar perintah Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan murid dituntut untuk mengajarkan ilmunya kepada orang lain. Wallahu A’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Translate