PENTINGNYA
ADAB DALAM MENUNTUT ILMU
Dunia pendidikan Indonesia saat ini berada pada titik nadir
yang cukup memprihatinkan. Tanpa harus melalui berbagai penelitian terlebih
dahulu, kita bisa menilai dan mengambil sebuah konklusi bahwa dunia pendidikan
kita saat ini sangat buruk sekali. Secara umum kita bisa melihat proses
pendidikan yang kurang baik, hingga hasilnya pun tidak memuaskan. Ini bukan
sikap subjektif penulis yang pesimistis terhadap pendidikan kita, tapi itulah
kenyataannya. Lihatlah berapa banyak generasi kita yang terlibat kriminalitas,
narkoba, murid yang membunuh guru, mahasiswa yang membunuh dosen, siswa yang
terlibat pergaulan bebas, akses video porno dikalangan remaja yang semakin hari
semakin memprihatinkan, dan banyak lagi yang lainnya.
Lalu, sebetulnya dalam proses pendidikan kita apanya yang
salah? Toh, ketika masuk sekolah ada tesnya, mulai dari tes psikologis sampai
tes keberagamaan. Yang mengetes juga para sarjana yang sudah dianggap kompeten
di bidangnya. Selanjutnya, dalam proses toh juga dituntun dengan kurikulum yang
sudah didesain oleh para pakar pendidikan, psikologi, agamawan, dan pakar-pakar
lainnya. Untuk mengontrol kemajuan pendidikan pun sudah diadakan evaluasi
minimal dua kali dalam setahun yang berskala nasional. Lalu salahnya dimana?
Kalau kita belajar dari para ilmuwan besar dimasa lalu,
sebut saja Al-Ghazali, Imam An-nawawi, Ibnul Qoyyim Al-Jauziyah, dan Ibnu
Taimiyah, mereka adalah ilmuwan dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan, hampir
semua cabang ilmu pengetahuan di masanya mereka pelajari dan kuasai. Misalnya
Al-Ghazali, selain pakar dalam ilmu agama, beliau juga pakar dalam ilmu
filsafat, tasawuf, psikologi, dan pendidikan. Banyak karya-karya mereka yang
masih abadi hingga saat ini. Kita dengan mudah menemukan karya-karya mereka
yang sudah di cetak ke berbagai bahasa, karena pemikiran mereka sampai saat ini
masih bermanfaat dan diakui oleh manusia. Lalu, apa kuncinya, apakah mereka punya
rumus khusus untuk menjadi seperti itu?
Dalam kitab-kitab tentang adab menuntut ilmu diceritakan
tentang Imam Malik, seorang imam mazhab besar dalam Islam. Sewaktu Imam Malik
akan menuntut ilmu kepada gurunya, Ibunya mewasiatkan sebuah wasiat yang sangat
berharga bagi penuntut ilmu. Ibunya berkata “Sebelum kamu belajar ilmunya,
ambillah adabnya”. Nasihat yang singkat, tapi inilah mutiara nasehat yang luar
biasa, yang hanya dipahami oleh orang alim yang saleh. Nasehat ini kemudian
dipegang kuat-kuat oleh Imam Malik sampai akhir hayatnya. Bahkan, bukan hanya
Imam Malik, nasehat ini juga diambil oleh ilmuwan-ilmuwan besar selainnya,
misalnya ada diantara mereka yang masa belajar adabnya lebih lama dibanding
masanya belajar ilmu fikih, hadis, tafsir, akidah, dan lainnya.
Inilah kuncinya, inilah rahsianya. Ilmu yang baik tidak akan
bisa diambil oleh penuntut ilmu yang buruk adabnya. Ilmu yang baik hanya mampu
diambil oleh penuntut ilmu yang baik adabnya. Hikmah yang penting kita ambil
untuk pendidikan kita bahwa pendidikan akan sukses meraih tujuannya kalau
pendidikan tersebut membangun karakter para penuntut ilmunya dengan adab-adab
yang baik.
Adab menuntut ilmu dapat difahami dalam ruang lingkup relasi
antara guru dengan murid, antara murid dengan murid, antara murid dengan ilmu
yang dia pelajari. Relasi antara murid dengan ilmu yang dipelajari meliputi dua
hal, yaitu relasi antara murid dengan ilmu yang dia pelajari ketika dia belajar
dan relasi antara murid dengan ilmu yang dia pelajari ketika mengamalkan ilmu
tersebut.
Pertama, adab antara guru dengan murid. Guru adalah
orang yang mengajarkan ilmu kepada murid, maka kedudukan guru lebih tinggi dari
pada murid. Ilmu yang diajarkan guru kepada murid akan mudah diperoleh apabila
guru memiliki hati yang ikhlas dalam mengajarkan ilmunya dan murid juga dengan
hati yang ikhlas menerima ilmunya. Hati yang ikhlas ini bisa timbul apabila
relasi antara guru dengan murid baik. Sang guru sadar kedudukannya sebagai guru
yang harus menyampaikan ilmunya, murid juga sadar kedudukan sebagai murid yang
berkewajiban menuntut ilmu. Hubungan ini akan terbina dengan baik apabila murid
menaati aturan-aturan belajar yang dibuat gurunya. Sehingga guru dalam
menyampaikan ilmunya tidak terganggu oleh pelanggaran-pelanggaran muridnya. Bila
aturan itu dilanggar tentu guru merasa terganggu, dan bisa jadi keihklasannya
menjadi berkurang.
Kedua, adab antara murid dengan murid. Adab yang baik
juga harus terjalin antara sesama penuntut ilmu. Buruknya adab antara sesama
penuntut ilmu bisa saja menghalangi keberhasilan proses belajar. Karena pikiran
mereka bisa saja tergangg oleh hubungan yang tidak baik diantara mereka. Hal
ini kemudian mengganggu proses belajar dan mengurangi kepahaman terhadap ilmu.
Ketiga, adab antara murid dengan ilmu yang dia
pelajari yang terbagi menjadi dua; (a) adab murid terhadap ilmu yang dia
pelajari saat proses belajar, maksudnya murid harus memiliki niat yang jernih
ketika mempelajari suatu ilmu. Ilmu yang dia pelajari hendaklah diniatkan
ikhlas karena Allah Subhanahu Wa Ta’ala, untuk memperbaiki kehidupan
umat, serta memiliki motivasi yang besar untuk belajar ilmu tersebut; (b) adab
murid terhadap ilmunya setelah dia selesai mempelajari suatu ilmu, maksudnya
adalah seorang murid dituntut untuk mengamalkan ilmunya sesuai dengan
aturan-aturan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Ilmu yang dia kuasai tidak
boleh digunakan untuk melanggar perintah Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan
murid dituntut untuk mengajarkan ilmunya kepada orang lain. Wallahu A’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar