Cari Blog Ini

Sabtu, 05 Mei 2012

Meraih Kesuksesan Prophetic


“Meraih Kesuksesan Prophetic
Oleh: Syahri Ramadhan Tadun, S.Psi 
(Dimuat pada buletin jum'at Al-Rasikh tanggal 29 januari 2010)
Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, maka berdzikirlah dengan menyebut Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek moyangmu, atau (bahkan) berdzikirlah lebih banyak dari itu. Maka di antara manusia ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia", dan tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat. Dan di antara mereka ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka”.(QS Al-Baqarah: 200-201)



Sebagai seorang Muslim kita dianjurkan untuk mempergunakan waktu sebaik mungkin karena merugilah bagi orang-orang yang menyia-nyiakan waktunya (QS. AL-‘Ashr 1-3). Rasul juga mengajarkan kepada untuk meningkatkan kualitas amal ibadah kita setiap hari karena orang yang amal ibadahnya hari ini sama dengan hari kemaren adalah orang yang merugi dan orang yang amal ibadahnya hari ini lebih baik dari hari kemaren adalah orang yang beruntung. Pepatah Arab mengatakan “Waktu itu laksana pedang, jika kamu tidak memamfaatkannya maka ia akan menebasmu”. Maka merupakan suatu kebijaksanaan jika kita meningkatkan kualitas amal ibadah kita dari waktu ke waktu. Untuk mencapai kualitas kesuksesan yang berorieantasi bukan hanya pada kehidupan dunia tapi juga untuk kehidupan akhirat atau boleh saya sebut dengan “Kesuksesan Prophetic” maka Islam telah mengajarkannya kepada kita.
“Sukses”, siapa sih yang tidak familiar dengan kata yang satu ini? Setiap orang pasti ingin menjadi orang yang ingin sukses, baik itu sukses dalam belajar, sukses dalam membina keluarga, sukses dalam berusaha, sukses dalam karier, dll. Tapi tidak semua orang bisa meraih yang namanya ‘sukses’. Bisa jadi ini terjadi karena diferensiasi metode yang dilakukan orang dalam meraih sukses dan tingkat ketekunan dan kegigihan (keistiqomahan) mereka. Orang yang bisa meraih kesuksesan dalam hidupnya pasti akan senang dan selalu optimis, begitu juga sebaliknya orang yang gagal dalam hidupnya akan pesimis dalam menjalani hidup. Karena itulah watak manusia, mereka tidak bisa mengambil pelajaran (i’tibar/faedah) dibalik realita. Dilain sisi, orang pada umumnya mengidentikkan sukses dengan kebebasan financial, punya asset yang banyak, penghasilan diatas 50 juta perbulan, punya rumah dan mobil mewah. Itukan hanya persepsi nafsu duniawi belaka, tapi realitanya banyak mereka yang punya banyak asset, penghasilan diatas 50 juta perbulan, rumah dan mobil mewah tapi hati mereka tidak tenang setenang seperti apa yang orang miskin banyak pikirkan, jiwa mereka penuh dengan was-was. Namun, tidak sedikit orang yang hidupnya sederhana bisa ‘sukses’ dalam hidupnya, hatinya tenang dan bahagia.
Nah, sekarang bukan saatnya lagi pola pikir kita dikuasai dengan yang namanya ‘sukses berarti finansial’ tapi bukan berarti kita menafikan pentingnya financial, bahkan sangat penting. Oleh karena itu kita harus berhijrah metode meraih sukses dari ‘persepsi financial, duniawi, dan nafsu belaka’ kepada sukses dengan ‘kekuatan spriual’ yang akan mengantarkan hidup kita ‘sukses financial’ dan sukses ‘jiwa’ artinya balance antara duniawi dan ukhrawi.
Langkah sukses pertama, istifaedah, orang bijak selalu bilang “semua peristiwa itu ada hikmahnya”, dalam al-Quran Allah ta’ala juga berfirman” Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai wawasan. (Qs Al-Hasyr: 2). Allah ta’ala tidak pernah sia-sia dalam menciptakan segala sesuatu. Dia menciptakan surga supaya manusia cenderung kepadaNya, Dia menciptakan neraka supaya manusia takut dengan siksaaan-Nya dan senantiasa menjauhi dosa, Allah ta’ala menciptakan manusia yang jahat agar manusia yang hasan bisa menasehati dan saling tolong menolong untuk kebaikan dan taqwa (lihat QS Al-Maidah: 2). Begitu juga kita dalam menghadapi kehidupan dibalik kegagalan yang kita hadapi pasti ada hikmahnya dan dibalik kesuksesan yang kita miliki juga ada hikmahnya karena Allah ta’ala tidak mungkin menciptakan sesuatu tanpa hikmah. Maka, hanya orang-orang yang memiliki wawasan (ilmu) lah yang bisa mengambil faedah dibalik realita kehidupan.
Kedua, istiqamah atau teguh pendirian, roda kehidupan memang tidak selalu berada di atas terkadang kita berada di bagian bawah, badai disertai angin kencang dan hujan selalu menerjang biduk kehidupan yang kita tumpangi, sehingga membuat kita oleng kekiri ataupun kekanan, terkadang biduk kita hampir tenggelam bahkan ada yang tenggelam karena terpaan badai yang kuat dan besar. Namun, orang yang optimis, pantang menyerah dan teguh pendirian akan berusaha sekuat tenaga mencapai pulau sukses mereka “patah dayungnya mereka gunakan tangan sebagai penggantinya, robek layarnya mereka ganti dengan baju mereka, tenggelam biduk mereka, mereka berenang mengarungi lautan walaupun terkadang terombang ambing terhempas ombak”. Orang sukses semuanya berangkat dari perjuangan kecil yang mereka rintis, ini realita kalu kita belajar dari orang-orang sukses yang ada di Indonesia boleh kita lihat biografi mereka, ada yang sekolah sambil jualan di pasar, jadi buruh, jualan gorengan sambil sekolah, dll. Atau para pengusaha yang sukses mereka terkadang juga ada yang bangkrut alias gulung tikar, tapi mereka berusaha bangkit dan bangkit. Ingatlah, tidak semua orang mengarungi samudra dengan kapal yang besar, tapi banyak diantara mereka yang mengarungi samudra dengan biduk kecil, namun mengapa mereka berhasil? Jawabannya “istiqamah”, Allah ta’ala berfirman “Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum sebelum mereka sendiri yang merubah nasibnya”.(QS Ar-Ra’ad: 11).
Ketiga, istisyarah, Allah ta’ala berfirman di dalam al-Qur’an “Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka.(QS As-Syura: 38). Ayat ini menjelaskan kepada kita bahwa merupakan suatu kewajiban untuk bermusyawarah dalam urusan dunia. Dalam bermusyawarah akan muncul solusi-solusi bermutu dan ide-ide cemerlang yang bisa membantu penyelesaian masalah, karena Allah ta’ala akan membukakan jalan permasalahan bagi siapa yang mengharap rahmat dari musyawarah itu. Orang Minang punya pepatah “duduak surang basampik-sampik, duduak basamo balapang-lapang” artinya menyelesaikan masalah tanpa musyawarah itu sulit, tapi jika dengan musyawarah masalah itu cepat terselesaikan. Pepatah ini senada dengan apa yang Allah perintahkan dalam al-Qur’an “Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu”. (QS Al-Mujadalah: 11).
Keempat, istikharah, hidup itu terkadang pilihan, dalam perkara apaupun kita selalu dihadapkan kepada pilihan. Masing-masing pilihan mesti punya konsekwensi yang terkadang kita ragu dalam menentukan pilihan kita karena mempetimbangkan konsekwensi dari pilihan itu. Banyak orang menyesal setelah mereka menentukan pilihan mereka dan gagal bahkan mereka mengumpat diri mereka sendiri. Ini tentu sangat berbeda dengan orang yang ‘istikharah’, dalam menentukan pilihan mereka selalu meminta pertolongan Allah ta’ala. Kalau pilihan mereka itu berakibat baik pada diri mereka maka mereka akan bersyukur pada Allah ta’ala, tapi jika pilihan mereka itu membuat mereka rugi atau buruk bagi mereka, mereka tetap sabar dan yakin bahwa dibalik realita ini pasti Allah mempersiapkan kebaikan yang banyak. Itulah bedanya orang yang istikharah dan yang tidak. “Dan Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya. Sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan (dengan Dia)”. (QS Al-Qashas: 68). Oleh karena itu, bawalah Allah setiap anda menentukan pilihan, insya Allah anda akan mendapatkan kebaikan yang banyak.
Kelima, istijabah, kewajiban manusia adalah berikhtiar (berusaha), apa yang menjadi hasilnya nanti adalah urusan Allah ta’ala. Namun disamping itu kita juga harus beristijabah (berdo’a/memohon) kepada Allah ta’ala sebagai penguat ikhtiar yang telah kita usahakan. Beristijabah kepada Allah ta’ala merupakan suatu ibadah sebagaimana perintah Allah “Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina”.(QS Al-Mu’min: 60) (yang dimaksud menyembah-Ku adalah beribadah kepada-Ku). Disurat lain Allah ta’ala juga berfirman ” Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran”.(QS Al-Baqarah: 186).
Sebagai seorang Muslim yang menjadi patokan kesuksesan kita adalah Rasulallah saw. Dan para sahabat-sahabatnya, misalnya Umar ra memiliki 70.000 property, Usman ra memiliki property disepanjang wilayah Aris dan Khibar, belum lagi sahabat Abdurrahman bin Auf, Amru bin Ash, Zubair, dan Mu’awiyah, dll. Kesuksesan mereka bukan hanya diakui secara duniawi saja melainkan juga secara ukhrawi mereka adalah para ahli sorga yang Allah janjikan atas mereka. “Bukanlah kaya (sukses) orang yang banyak hartanya, tapi orang yang kaya (sukses) adalah orang yang kaya jiwanya” (HR Bukhari & Muslim dari Abi Hurairah ra).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Translate