Cari Blog Ini

Sabtu, 05 Mei 2012

Cintaku Bersemi Di Bulan Ramadhan


Penulis : Syahri Ramadhan, S.Psi



Hari ini panas sekali, padang pasir sahara mengeluarkan hawa panasnya, seolah dia memancarkan kembali panas matahari kepermukaan. Debu berterbangan karena hembusan angina padang pasir. Orang-orang mesir dan entah orang mana lagi ikut meramaikan suasana bandara siang hari ini. Mereka keluar- masuk bandara. Sementara mereka yang sedang menunggu keberangkatan pesawat yang akan mereka tumpangi ada yang tertidur, ada yang mondar-mandir di ruang tunggu keberangkatan. Aku sekarang berada disebuah Bandar udara internasional di Kairo, Mesir. Aku baru saja menyelesaikan pendidikan strata satu atau S1 ku di Universitas Al-Azhar Mesir. Sekarang aku mau kembali ke Indonesia. Mengamalkan ilmu yang telah aku dapatkan selama aku belajar disini. Aku diantar oleh beberapa orang adik tingkatku ke bandara untuk melepas kepulanganku kembali ke Indonesia, tanah kelahiranku, kampung halamanku yang sudah lama aku rindukan dan tak sabar rasanya ingin mencium tangan mandeh yang telah melahirkan dan merawatku dari kecil dengan kasih sayangnya. Aku juga ingin segera memeluk ayah yang dari kecil memberikan nafkah untuk kami dan karena ayahlah aku bisa melanjutkan studiku ke mesir dan tak tahan lagi rasanya ingin bertemu dengan saudara-saudaraku di kampung, seolah bayangan mereka semua sudah dipelupuk mataku. Tiba-tiba Rahman seorang adik tingkatku dia juga mahasiswa dari Sumatra Barat sama denganku menyadarkanku dari lamunanku.

” Uda...Uda...Da pesawat sudah mau berangkat ” kata Rahman sambil memukul lembut pundakku.

Petugas bandara mengumumkan kalau pesawat yang akan ku naiki akan berangkat sepuluh menit lagi dan seluruh penumpang diharapkan segera menaiki pesawat. Semua adik tingkatku berkumpul didekatku dan mereka memelukku satu persatu sambil membisikkan ke telingaku salam untuk orang tua dan keluarga mereka di kampung. Akupun segera menuju pesawat diiringi lambaian tangan mereka yang aku tinggalkan. Tepat jam 08:30 waktu Mesir, insya Allah diperkirakan aku sampai di Indonesia jam 09:00 malam waktu Indonesia ini dikarenakan perbedaan waktu Mesir dengan Indonesia.Alhamdulillah perjalananku lancar. Aku sampai di Bandara Internasional Minagkabau tepat jam 09:05, untung angkutan umum ke kampungku masih ada. Aku langsung menaiku mobil angkot yang menuju ke kampungku.

Untuk mensyukuri kepulanganku, selesainya studiku di Mesir sekaligus dalam rangka menyambut bulan suci ramadhan Mandeh ingin mengadakan Tasyakuran katanya. Mandeh menanyakan kepadaku boleh atau tidak meminta pendapatku.

” Ya... bolehlah Mandeh asal tujuan kita baik. Bukankah Allah menyuruh kita untuk selalu bersukur kepadanya. Ooh...ya Mandeh, sekalian Mandeh undang kerabat dekat kita dan para tetangga disekitar sini agar hubungan silaturrahmi kita semakin kuat ” jawabku sambil mencicipi ubi goreng khas buatan mandeh.

Besoknya semua kerabat dekat dan tetangga diundang oleh mandeh. Semua kerabat dekat dan para tetangga telah hadir. Semua ”mamak” dan ”amaiku” pun hadir malam ini tak ketinggalan pula anak-anak mamakku yang lucu-lucu ikut meramaikan acara Tasyakuran malam ini. Acara malam ini dimulai dengan do’a bersama yang dipimpin oleh salah seorang ”buya” dikampungku. Setelah itu dilanjutkan dengan acara makan bersama dan saling maaf-memaafkan satu sama lainnya karena tiga hari lagi adalah Bulan Suci Ramadhan makanya kami saling minta maaf satu dengan yang lainnya agar ibadah kami diterima oleh Allah Swt dan berangkat dari hati yang bersih untuk melaksanakan puasa ramadhan.

Semua tamu dan para tetangga yang diundang mandeh sudah pulang semua kerumah mereka. Kini tinggal kami keluarga besar lagi yang masih ada diatas Rumah Gadang. Mamak-mamakku dan kakakku serta ayah dan ibuku semua berkumpul diruang utama Rumah Gadang tapi aku langsung masuk kedalam kamar setelah acara silaturahmi tadi selesai karena badanku rasanya lelah sekali dan ingin segera merebahkan tubuhku dengan segera diatas ranjang. Sebelum tidur aku biasanya tidak langsung memejamkan mata, diluar orang-orang masih bercakap-cakap dan bertukar pikiran satu sama lainya. Malam semakin larut dan satu-persatu mamakku dan kakakku telah kembali kerumahnya masing-masing. Hari sudah menunjukan pukul sebelas malam tapi mataku tidak juga mau tidur, entah kenapa perasaanku rasanya lain dari biasanya. Aku tidak tahu apa yang aku pikirkan, ku coba untuk memicingkan mata tapi mataku tidak juga mau tidur. Aku segera mengambil wudhuk dan salat sunat dua rakaat. Aku berdoa meminta ketenangan hati dan kebaikan dari Allah Swt.

Pagi ini fajar mulai menyingsing. Cahaya kuning kemerah-merahan mulai bersemayam diatas bukit sebelah timur. Puncak gunung merapi dan singgalang yang mengapit ”Luhak Nan Tuo” adalah yang pertama sekali disapa Sang Mentari pagi ini. Sehabis salat subuh di masjid tadi aku dan bapak pergi ke sawah untuk memasukkan air karena padiku di sawah baru siap ditanam jadi airnya perlu dijaga dan tidak boleh kekeringan. Sepulang dari sawah kami sudah dinanti oleh mandeh dengan hidangan kolak singkong dan secangkir kopi buatan khas mandeh. Tak berapa lama kemudian mamakku datang kerumah, bapak lansung menyuruh mandeh untuk membawakan kolak singkong untuk mamak. Kelihatannya mamak menikmati sekali kolak buatan mandeh, karena memang kolaknya enak sekali dan mandeh paling ahli dalam hal membuat makanan, apapun itu.

Sambil mengisap sabatang rokok mamak dan bapak serta mandeh telah berkumpul di ruang tengah Rumah Gadang. Rasanya aku tidak enak kalau berada disini jadi aku bermaksud minta izin kepada mamak untuk kebelakang. tapi mamak malah melarang katanya dia sengaja datang kerumah pagi ini untuk bertemu denganku. Mamakku memperbaiki duduknya, setelah dia merasa tenang dan mematikan api rokoknya dia berkata.

” Karatau madang dihulu berbuah berbunga belum, merantau bujang dahulu durumah perguna belum. Dan sekarang kamu sudah kembali dari menuntut ilmu, tentu kamu membawa banyak bekal dari rantau untuk kamu dakwahkan kepada kami disini. Kata orang kita di Minang Kabau ini. Anak kalau sudah besar dan sudah memiliki bekal untuk berumah tangga maka sudah sepatutnyalah dia di kawinkan dan mamakmu ini telah membicarakan mengenai perkara ini dengan mandeh dan bapakmu dihadapan kelarga besar kita tadi malam. Bagaimana menurutmu Albar tanya mamakku? ”.

Mendengat mamak berkata seperti itu darahku berdesir, jantungku berdetak cepat, mukaku memerah apalagi ditambah dengan sapaan cahaya mentari pagi ini. Aku terdiam sesaat memikirkan apa yang dikatakan mamak barusan. Sebetulnya aku sendiri belum mau menikah. Aku mau mengabdi dulu pada nagariku karena nantik jika sudah menikah maka waktuku untuk berbakti tentu bertambah sedikit. Kebetulan wanita yang aku rasa cocok denganku belum ada.

Mamakku mendeham iu tandanya dia sudah menunggu jawaban dariku. Aku tersentak dari fikiranku.

” Mak...Bapak dan Mandeh...memang menurut umur dan kemampuan mungkin saya sanggup untuk menikah. Tapi saya belum siap untuk menikah karena saya ingin memberikan sedikit waktu untuk nagari kita ini sebelum saya menikah. Saya harap Mamak, Bapak, dan Mandeh mengerti maksud saya” jelasku pada mamak.

” Apa lagi yang membuatmu belum siap Albar bukankah setelah menikah nanti kamu juga bisa mengabdi pada nagari kita ini. Kalau tentang jodohmu tidak usah kamu susah-susah mencarinya, mamak sudah mencarikannya untukmu. Mamak kira dia sepadan denganmu. Dia salehah, berasal dari keturunan baik-baik. Sebentar lagi dia juga akan jadi seorang sarjana. Kurangapa peduli kami padamu Albar?” kata mamakku dengan suara agak tinggi.

Aku mencoba untuk tenang melihat lagak mamak sepeti itu, memang itulah sifat mamakku ini dia mudah emosi, ucapannya tidak boleh dibantah sedikitpun.

” Mamak...bukannya saya menolak niat baik Mamak padaku. Tapi saya Cuma merasa belum siap untuk berumah tangga Mak...bukankah sebaiknya antara kedua belah pihak harus saling kenal-mengenal dulu. Saya tidak ingin rumah tangga saya patah ditengah jalan. Mamakkan tahu berapa banyak sekarang rumah tangga yang hancur karena mereka tidak saling mengenal dan sifat-sifat buruk diantara kedua belah pihak munculnya setelah mereka menikah”. Jawabku dengn suara rendah.

” Bagaimana kamu ini Albar, kalau bukan menolak lalu apa namanya melawan? Semakin tinggi sekolahmu semakin berani kau sama Mamakmu ini, percuma saja kau sekolah tinggi-tinggi. Jadi ini yang kau peroleh selama ini. Khadijah kau ajari anakmu ini, apakah begini caranya dia membalas budi kepada saya”.

Kemarahan mamakku memuncak sampai-sampai Mandehku kena getahnya. Aku coba untuk tetap sabar dengan cacian-cacian mamaku padaku. Tapi aku menyayangkan sifat mamak yang membawa-bawa mandeh dalam masalahku ini. Setelah mencaci-caciku dan marah-marah pada mandehku dia pergi dengan mengucapkan salam tampa keikhlasan pada kami.

Untuk menghindari pertentangan yang lebih dalam lagi dengan mamak, aku meminta izin kepada mandeh untuk pergi ke kota Padang. Disana ada kakakku. Dia bekerja sebagai guru di salah satu SMA swasta disana. Kebetulan aku juga ingin mencari kerja disana. Besok aku akan berangkat ke Padang.

Di Padang aku memasukkan lamaran ke beberapa sekolah negeri sebagai tenaga guru honorer. Sambil menunggu panggilan dari lamaran yang aku ajukan aku membantu isteri kakakku menjalankan usaha kue yang sudah ia tekuni sejak menjadi isteri kakakku dulu. Usahanya lumayan juga, mereka bisa menguliahkan anak-anak mereka di universitas swasta ternama di Jakarta hanya dengan penghasilan kakakku sebagai seorang dosen dan isterinya sebagai pengusaha kue kecil-kecilan

Besok adalah hari pertama dibulan Ramadhan. Semua umat Islam akan menjalankan ibadah puasa. Awalnya aku sangat berharap sekali untuk dapat menjalankan ibadah puasa bersama-sama dengan mandeh dan bapak di kampung. Tapi mau gimana lagi tuhan berencana lain. Malam ini adalah malam pertama umat Islam melaksanakan salat tarawih berjama’ah. Agar aku dapat tempat shaf di depan aku lebih awal datang ke Masjid yang kebetulan tidak begitu jauh dari tempat tinggal kakakku. Aku membawa kemenakanku, anak kakakku yang paling kecil kira-kira baru berumur sepuluh tahun. Dijalan aku berpas-pasan dengan seorang gadis muda. Tampa sengaja tatapan kami saling beradu. Darahku berdesir, jantungku berdetak kencang. ”Subhanallah” ucapku dalam hati dia cantik sekali, pandangan matanya bisa membuat tergoda siapa saja yang dipandangnya, wajahnya putih bersih bak seorang bidadari yang turun dari kayangan, bawaannya tenang. Kami sempat saling bertatapan beberapa saat tapi dia cepat-cepat menundukkan pandangannya. Kemudian dia mempercepat langkahnya menuju ke Masjid.

Sedangkan aku masih berdiri ditempatku semulah. Mataku terus mengiringi langkahnya sampai dia hilang dari pandanganku setelah dia masuk kedalam Masjid.

” Mamak....mamak...aziz mau mambeli bakso tusuk. Mamak tunggu Aziz disini ya....” kata kemenakanku yang membuatku sadar dari lamunanku.

Astaghjfirullah aku beristighfar syaitan menguasai akalku. Imanku goyah hanya karena melihat seorang wanita cantik. Aku mengucapkan istighfar beberapa kali.

” Mamak...ayo kita ke Masjid natik keburu ramai lagi ” ajak kemenakanku sambil memakan bakso yang barusan ia beli.

Aku duduk di shaf paling depan dibelakang imam. Disampingku telah duduk ketua pengurus masjid. Kebetulan ketua pengurus Masjidnya adalah teman kakakku sama mengajar jadi dia juga kenal denganku. Aku memberi salam kepadanya kemudian aku melaksanakan salat tahiyatul masjid dua raka’at. Beberapa saat kemudian Masjid sudah ramai maka azan salat isya pun segera dikumandangkan. Aku diminta Pak Ahmad mengumandangkan azannya karena muazinnya belum datang.

Malam ini indah sekali. Bintang-bintang bersinar dengan terangnya. Bulanpun dengan malu-malu mulai menapakkan wajahnya di ufuk timur. Jangkrik pun ikut marayakan indahnya malam ini. Hari sudah menujukan jam sebelas malam, mataku masih belum mau dipicingkan. Gadis yang aku lihat dijalan tadi masih terbayang-bayang dipelupuk mataku. Fikiranku dikuasai oleh pandangan matanya, bawaannya yang tenang dan kemolekan wajahnya yang diperindah oleh lilitan jilbab di kepalanya. Hatiku gelisah dan perasaanku tak tentu arah, yang ada dalam benakku hanya wajah gadis tadi. Ku coba untuk merebahkan badanku diatas ranjang tapi keempukan kasur tidak bisa membuat mataku tertidur.” Apakah ini yang dinamakan orang ”jatuh cinta”, yang bisa membuat orang gila, yang membuat makan jadi tak enak, dan tidurpun jadi tak nyenyak ” kataku dalam hati.

Sementara disana Zahra nama gadis itu. Dia juga belum tidur. Dia masih duduk didepan cermin didalam kamarnya sambil menyisir rambutnya yang hitam lurus dan lembut itu. Matanya kelihatan bercahaya, wajahnya yang ayu semakin terlihat sempurna dengan sedikit sunggingan senyuman lembut di bibirnya. Di dalam fikirannya juga masih terlintas wajah pemuda yang ia jumpai di jalan tadi. Rupanya racun-racun cinta sudah mulai meresap kedalam jantungnya. Yang dialirkan darah melalui pembuluh nadi keseluruh tubuhnya. Buih-buih rindu telah tertanam didalam otaknya. Tatapan mata dan seulas senyum yang disunggingkan pemuda yang ia lihat tadi membuat matanya tidak bisa tidur dan mengusir kantuk yang tak mampu menyerangnya.

” Sahur....r...r...r sahur.....rrrr. Mamak sudah waktunya sahur, ayo bangun nantik keburu imsak lagi” teriak kemenakanku membangunkanku untuk makan sahur.

Mataku masih sulit untuk dibuka. Rasa kantuk masih menguasai mataku. Mataku pedih karena kurang tidur malam ini. Kemenakanku menarik tanganku dan membawaku ke kamar mandi.
” Mak...ayo basuh mukanya. Cepat Mak...bunda dan ayah sudah menunggu diruang makan tu...” kata Aziz sambil berlari ke ruang makan.

” Spada....spada....” suara tukang pos memanggil-manggil di luar. Pagi-pagi sekali dia sudah mengantarkan surat ke tempatku.

Rupanya dia membawakan surat untukku. Di amplopnya tertulis surat itu berasal dari sebuah Madrasah Aliyah tempat aku mengajukan lamaran kemaren. Didalam surat itu aku dinyatakan diterima sebagai guru honorer disana. Hari ini aku disuruh datang ke sekolah tersebut.

Sesampainya di sekolah tersebut. Aku langsung menemui kepala sekolahnya. Kata kepala sekolah tersebut aku bisa mulai mengajar mulai besok. Aku ditugaskan sebagai guru Aqidah dan Ahklaq. Kebetulan guru yang mengajar bidang studi tersebut mulai besok tidak mengajar lagi di sekolah tersebut.

Setelah urusanku selesai akupun keluar dari ruangan kepala sekolah dan berniat untuk pulang ke rumah. Tampa sengaja pandanganku melayang ke sebuah kelas. Aku memperhatikan guru yang mengajar didalam kelas tersebut. Rasanya aku pernah melihat orang itu. Setelah ku perhatiakan lebih dekat. Ternyata benar dia adalah gadis yang aku lihat tadi malam. Dia adalah gadis yang membuat mataku tidak bisa tidur, gadis yang membuat darah di jantungku berdesir.”Rupanya dia mengajar disini juga ” kataku dalam hati.

Setitik embun harapan yang akan menjadi pupuk tumbuhnya benih-benih cintaku nampaknya sudah ada. Bagiku, mengetahui dia mengajar di sekolah yang sama denganku adalah bagaikan berita dari surga yang sudah menyediakan tempatnya bagiku.

Hari ini adalah hari pertamaku mengajar dan hari pertama bagiku untuk lebih mengenal wanita yang memikat hatiku. Pagi ini hatiku sangat senang sekali, mataku berkaca-kaca, dan senyuman selalu tersungging dari bibirku. Apakah sitiap orang yang sedang jatuh cinta merasakan sama seperti apa yang aku rasakan sekarang?. Tiba-tiba...

” Albar...kamu kenapa kok cengar-cengir ja dari tadi, kelihatannya lagi senang nih? ” tegur isteri kakakku.

Aku cuman diam karena malu kepada iparku. Sambil meminta izin dan mengucap salam akupun berangkat ke sekolah.

Hari ni adalah hari jum’at. seperti biasa di sekolah ini mengadakan muhadharah sekitar lima belas menit dulu sebelum masuk kelas untuk belajar. Dalam acara ini aku diminta kepala sekolah untuk memperkenalkan diri kepada murid-murid dan para guru yang lainnya.
Setelah acara selesai dan semua siswa sudah masuk ke dalam kelas mereka masing-masing. Kami para guru pun masuk keruang majlis guru, disusul oleh kepala sekolah.

” Ibuk-ibuk dan Bapak-bapak majlis guru sekalian. Pagi ini saya mau mengadakan rapat sebentar kira-kira lima belas menit ”.

Rupanya rapat tersebut dilaksanakan hanya unutk memperkenalkanku lebih jelas kepada semua guru-guru disini. Tapi ” Gadis itu kemana ya?” tanyaku dalam hati. Dia tidak ikut rapat pagi ini. Padahal ini kan kesempatan bagiku unutuk berkenalan dengannya.

Tepat jam sebelas sekolah pun usai hari ini karena kami para guru dan siswa laki-laki akan melaksanakan salat jum’at hari ini. Dari tadi pagi sejak acara muhadharah selesai aku tidak melihat gadis itu. Aku tidak tahu entah kemana perginya.

” Pak Albar...Bapak disuruh pak kepala sekolah keruangannya” kata Pak Selamet.

” Ya Pak...makasih” jawabku.

Aku pun segera menuju keruangan kepala sekolah.

” Assalamualaikum....” ucapku sebelum masuk.

” Wa’alaikumusalam...” jawak Pak Hamdan Keala sekolahku.
” Begini Pak Albar....dalam rangka menjaga ketenangan dalam melaksanakan ibadah tarawih di bulan ramadhan ini, maka masing masing guru yang bertarawih di masjid tempat tinggal mereka masing-masing kami minta untuk mengontrol anak-anak kita. Dan saya berharap bapak-bapak dan ibu-ibu guru kita bisa membantu anak-anak yang ikut serta turun berdakwah di tempat mereka masing-masing. Jadi untuk di masjid tempat bapak tinggal makanya saya mohon bantuannya kepada bapak dan nantik akan di bantu juga oleh Ibuk Zahra”.

” Insya Allah Pak...” jawabku.

” Oh ya...apakah bapak sudah kenal dengan Ibuk Zahra?”

” Belum Pak...”

” Ibuk Zahra itu adalah mahasiswi yang praktek kerja lapangan di sekolah kita ini, mungkin dia kos tidak jauh dari tempat bapak tinggal”. Jelas kepala sekolah.

Setelah dirasa selesai, kepala sekolah pun mempersilahkan ku untuk pulang. Aku kembali ke ruang majelis guru unutk mengambil tasku. Pas kau mau masuk, tiba-tiba gadis itu keluar dari ruang majelis guru. Darahku berdesir, jantungku memompakan darah dengan cepat. Tapi kenapa aku tak sanggup untuk menyapanya. Tiba-tiba...

” Hem... oh ya Pak Albar, ini dia yang namanya Buk Zahrah”.

Oh rupanya nama gadis itu Zahra. Namanya secantik wajahya dan seindah hatinya.

Dia hanya diam saja. Kemudian dia pun minta diri sambil mengucapkan salam dan menundukkan kepalanya.

Jarak sekolah dengan rumahku tidak begitu jauh. Jadi aku hanya berjalan kaki saja.

” Buk...Buk Zahra” panggilku. ” Rumah kita kan searah jadi Ibuk tidak keberatankan kalau saya jalan dengan Ibuk?”

Dia mengangguk tapi tidak mengeluarkan suaranya. Itu tandanya dia mau sama denganku.

” Oh ya...Buk, sudah lama mengajar disini ya Buk...?” tanyaku mengawali pembicaraan.

Dia kelihatannya senyum dan malu.

” Uda...ga’ usah di panggil ibuk. Saya di sisni cuma praktek kerja lapangan, baru satu bulan saya disini.”

” Oh...”

Makin hari hubungan ku dengan Zahra makin dekat. Tapi kau tak sanggup untuk mengatakan kalu aku cinta padanya. Kalau aku katakan dia pun mungkin tak akan menolaknya karena dari pandangan matanya aku tahu kalau dia juga mencintaiku. Ramadhan pun berjalan. Sekarang adalah hari yang ke dua puluh delapan umat Islam melaksanakan ibadah puasa. Aku berniat memperkenalkan Zahra kepada kakaku dan isterinya. ” Subhanallah ” setelah aku bawa Zahra ke tempat kakakku ternyata dia satu kampung denganku. Dan sungguh Allah Maha Besar. Zahra adalah wanita yang dicarikan oleh mamakku untuk dijadikan isteriku. Ahkhirnya setelah Zahra selesai wisuda aku menikahinya. Kami memulai hidup baru di kampung dan mengabdi di sana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Translate