Cari Blog Ini

Senin, 13 Januari 2014

KEPRIBADIAN MUSLIM DALAM INTEGRASI RUH, AKAL, DAN NAFSU



Oleh : Syahri Ramadhan, S.Psi
           
Manusia adalah makhluk Allah yang diciptakan dalam sebaik-baik bentuk, yaitu bentuk yang sempurna dibandingkan dengan makhluk Allah lainnya (Surat At-Thin : 4). Maka manusia diberi amanah untuk menjadi khalifah di Bumi. Untuk mengemban amanah kekhalifahan tersebut Allah memberikan kepada manusia potensi-potensi kepemimpinan, yaitu berupa ruh, akal, dan nafsu. Ketiga potensi ini diberikan kepada manusia untuk menjadi khalifah Allah di Bumi, berbuat kebaikan-kebaikan dalam berinteraksi dengan seluruh makhluk Allah di Bumi ; hewan, tumbuhan, air, udara, tanah, api dan sebagainya. Tapi, tetap ada saja manusia yang berbuat kerusakan di permukaan Bumi (Surat Al-Baqarah : 11-12), sehingga keseimbangan alam terganggu dan menyebabkan bahaya bagi manusia.
Fungsi kekhalifahan akan berjalan sesuai titah Allah, jika manusia taat kepada peintah Allah dan menjauhi segala larangan Allah. Manusia harus menjalani kehidupan di muka Bumi ini sesuai dengan amanah yang Allah tetapkan di dalam syari’atnya, yaitu Dienul Islam. Sedikit saja manusia menyimpang dari syari’at Allah maka keberlangsungan hidup manusia di muka Bumi akan terganggu baik zahir (fikik/jasadiah) atau bathin (psikis/ruhaniah). Kerusakan akan terjadi di muka Bumi, apakah itu kurasakan alam, kerusakan moral-social, kerusakan ekonomi, kerusakan kehidupan berbangsa dan bernegara, dan sebagainya.
            Allah menciptakan manusia (Adam) sebagai khalifah di muka Bumi (Surat Al-Baqarah : 30). Tujuan penciptaan manusia ini difirmankan Allah kepada Malaikat. Makaikat menjawab “mengapa Engkau (Allah) menciptakan khalifah di Bumi itu orang yang berbuat kerusakan dan pertumpahan darah?”, namun, Allah Maha Mengetahui dari para Malaikat. Allah mengajarkan manusia nama-nama benda-benda, sedangkan Malaikat tidak mampu menyebutkannya (Surat Al-Baqarah : 31). Maka Allah Maha Hakim (menciptakan sesuatu sesuai dengan sifat, guna, dan faedahnya).
            Manusia yang mampu menjalankan fungsi-fungsi kekhalifahan adalah manusia yang memiliki ketaatan kuat (haqqa tuqaatihi), yang memiliki kedekatan dengan Allah, sehingga selalu merasa diawasi oleh Allah (muraqabah), yang cinta kepada Allah (mahabbah ilallah), yang hatinya (qalb) selalu menghadirkan Allah dalam setiap aktifitas gerak lahir dan batin, sehingga dia memiliki jiwa yang tenang (nafs al- muthma’innah). Mereka adalah manusia yang ridho kepada Allah dan Allah ridho kepada mereka. Mereka dipanggil-panggil oleh Allah untuk masuk ke golongan para hamba-Nya dan menjadi penghuni surga yang telah disediakan Allah (Surat Al-Fajr : 28-30).
            Ada juga manusia yang kadang-kadang mampu menjalankan fungsi kekhalifahan, tapi kadang-kadang mereka menyimpang dari fungsi kekhalifahan itu. Mereka adalah kelompok yang memiliki jiwa yang “galau”, penuh keragu-raguan, kadang mudah tergoda oleh kenikmatan maksiat dunia. Namun, di suatu waktu mereka mampu menahan diri dari godaan dunia. Di dalam Al-Alqur’an Allah menyebut mereka dengan nafs al-Lawwamah (Surat Al-Qiyamah : 2), yaitu jiwa-jiwa yang penuh penyesalan. Jiwa lawwamah berada diantara dua natur, yaitu jiwa muthma’innah dan jiwa ammarah. Jiwa ammarah yaitu jiwa yang paling rendah, yang penuh dengan ambisi-ambisi duniawi sehingga meninggalkan keutamaan-keutamaan ukhrawi. Disebabkan natur itulah, maka menurut Abdul Mujib (baca :Psikologi Kepribadian Islam) jiwa lawwamah akan bermuara kepada tiga kemungkinan.
            Pertama, ia akan tertarik dengan watak gelapnya, sehingga ia akan tetap dalam kualitas rendahnya, dalam hal ini berkoalisi dengan hawa nafsu. Menurut al- Ghazali, akal yang tertahan oleh syahwat dan ghadab akan menyebabkan al-intikas (jungkir-balik), pada hal seharusnya akal mampu menahan syahwat dan ghadab. Kedua, ia akan tertarik oleh nurani, sehingga ia bertaubat dan berusaha memperbaiki kuaitasnya, dalam hal ini ia berkoalisi dengan qalbu. Ketiga, ia berada dalam posisi netral. Artinya, perbuatan yang diciptaan tidak bernilai baik atau buruk, tapi berguna bagi kelestarian eksistensi duniawi sebagaimana pemahaman orang-orang humanism.
            Terakhir ada jenis manusia yang tidak mampu menjalankan fungsi kekhalifahan, karena mereka sibuk dengan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hawa nafsu, mereka cenderung pada tabiat jasad dan mengejar pada prinsip-prinsip kenikmatan atau pemuasan (pleasure principle). Jiwa mereka didominasi oleh kemauan hawa nafsu, sehingga kecenderungan hawa nafsu yang memiliki naluri primitive menjadi sumber-sumber keburukan dan kejelekan akhlak mereka. Allah berkalam di dalam Al-Qur’an tentang hawa nafsu, yaitu nafsu selalu menyerukan kepada perbuatan buruk, kecuali nafsu yang di rahmati oleh Allah (Surat Yusuf : 53).
            Antara jiwa muthma’innah, jiwa lawwamah, dan jiwa ammarah memiliki perbedaan yang mendasar, yaitu perbedaan dalam mendayagunakan potensi-potensi kekhalifahan. Perbedaan itu menjadi jurang pemisah manfaat akhlak antara ketiganya. Jiwa muthma’innah adalah jiwa yang memiliki natur ilahiah yang dominan potensi ruh, kebaikan-kebaikan akhlak dan perilaku berasal dari jiwa muthma’innah. Motivasi ibadanya adalah menggapai ridho Allah, sehingga segala cara dalam ibadahnya adalah sesuai dengan syari’at Allah. Sedangkan jiwa lawwamah jiwa yang penuh penyesalan, tidak ada kepastian dalam hidup, sering ragu dengan motivasi dan tujuan hidup. Jiwa lawwamah didominasi oleh natur akal, sehingga dia diperbudak oleh akal, baginya kebaikan adalah segala sesuatu yang benar menurut akal. Hal yang tidak masuk akal maka diragukan sebagai suatu kebenaran, inilah yang menyebabkannya selalu ragu dan bimbang antara menerima kebenaran ilahiah yang abstrak atau kebenaran logika yang berdasarkan fakta dan realita. Sedangkan jiwa yang paling rendah adalah jiwa ammarah yang dikuasai oleh hawa nafsu, jiwa yang dipenuhi naluri-naluri primitif yang selalu menuntut kepuasan jasad. Orientasinya adalah kenikmatan dunia, sama sekali tidak berfikir tentang kehidupan akhirat, karena sudah terlena dengan gemerlapnya dunia.
Wallahu ‘alam
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Translate