Cari Blog Ini

Rabu, 21 Agustus 2013

Konsekuensi Adat Basandi Syara’, Syara Basandi Kitabullah Bagi Tatanan Hukum Adat Miningkabau

Oleh : Syahri Ramadhan, S.Psi

Falsafah hidup orang Minangkabau “Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah (ABS-SBK), Syara’ Mangato, Adat Mamakai” merupakan paradigma dasar yang harus dijalankan dan dipahami oleh setiap individu dalam sistem kemasyarakatan budaya Minangkabau. Tentu falsafah ABS-SBK tidak boleh hanya sekedar semboyan saja, harus menjadi referensi dasar dalam bertingkah laku, beramal, bersosial, dan bermasyarakat dalam keseharian hidup masyarakat Minangkabau.



        “Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah” dipahami segala aturan adat (norma adat) yang disepakati bersama harus berdasarkan kepada syara’ (syari’at Islam), dimana syari’at Islam bersumber kepada kitabullah (Al-Qur’an) dan sunah-sunah Rasulallah. Kemudian “Syara’ mangato, Adat mamakai” dipahami bahwa segala syari’at (hukum-hukum Dienul Islam) harus ditaati oleh adat Minangkabau, adat tidak boleh bertentangan dengan syari’at Islam, kalau bertentangan dengan syari’at Islam maka adat tersebut harus dihapus dan disesuaikan dengan syari’at Islam karena bertentangan dengan falsafah hidup yang menjadi dasar dalam mengatur kehidupan masyarakat Minangkabau.

Terlepas dari kontroversi bahwa ABS-SBK hanyalah sekedar konsensus dan sebatas adagium yang sering dibangga-bangakan orang Minangkabau. Karena belum ada bukti yang riil dan valid mengatakan ABS-SBK sebagai suatu hukum yang mengatur adat di Minangkabau. Belum ada sejarawan Minangkabau yang mampu mendatangkan manuskrip ABS-SBK, siapa saja ninik mamak, alim ulama, cerdik pandai yang hadir pada waktu itu dan ikut menyetujui ABS-SBK, kapan, jam, tanggal, bulan dan tahun peristiwa itu terjadi. Sebagian pendapat lagi mengatakan bahwa ABS-SBK lahir di penghujung perang Padri yang sudah berlangsung bertahun-tahun lamanya. Perang yang melibatkan dua kelompok besar, yaitu kaum adat yang masih kuat mempertahankan budaya jahiliyah di bantu bangsa Belanda dan kaum ulama yang ingin menegakkan syari’at Islam di bumi Minangkabau. Kemudian sejarah menambahkan bahwa perang paderi terjadi akibat politik devide et invera (politik adu domba) bangsa penjajah Belanda. Sehingga ABS-SBK bukan lahir dari renungan dan pemikiran yang jernih serta mendalam, tapi dari sebuah tekanan politik yang besar diambang kehancuran alam Minangkabau. Sehingga ABS-SBK tidak bisa dimasukkan sebagai satuan hukum yang kuat, mengikat, dan memberi sanksi bagi pelanggarnya dalam tatanan hukum adat Minangkabau. Dikuatkan dengan ketiadaan lembaga yang benar-benar memiliki otoritas penuh dalam menegakkan ABS-SBK.

Kontroversi diatas tentu bukan permasalahan sepele yang bisa ditanggapi seperti angin lalu saja. Ketidakjelasan status ABS-SBK sebagai tatanan hukum orang Minangkabau atau hanya sekedar konsensus dan adagium belaka berdampak kepada aplikasi dan realisasi seluruh lapisan masyarakat adat Minangkabau dalam menjalankan adat yang bersumberkan syari’at Islam. Tidak bisa kita pungkiri bahwa kenyataannya masih banyak tatanan hukum adat Minangkabau yang tidak selaras dengan syari’at Islam. Hingga terjadilah perbutan menghalalkan yang diharamkan syari’at Islam dan mengharamkan yang dihalalkan syari’at Islam. Salah satu contoh, pembagian harta warisan dalam tatanan hukum adat Minangkabau hanya mewariskan kepada pihak anak perempuan saja dan adanya istilah harta pusaka tinggi (harato pusako tinggi) yang tidak boleh dijual. Merupakan suatu celah atau rasa malu yang sangat besar sekali jika anak laki-laki membawa harta warisan orang tuanya ke rumah tangganya. Kalau kita merujuk pada hukum Islam, Allah sudah menetapkan tata cara (syari’at) dalam pembagian harta warisan secara gamblang dan mudah dipahami. Islam tidak membeda-bedakan harta warisan karena harta warisan dalam Islam adalah semua harta benda yang tinggalkan oleh orang yang telah meninggal dunia dan semuanya dibagi sesuai ketentuan syari’at yang sudah ditetapkan dalam kitabullah.

“Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun”. { QS. An-Nisa’ [4] : 11-12 }

Pertanyaannya adalah sejauh manakah komitmen masyarakat Minangkabau yang mayoritas beragama Islam, bahkan bisa dikatakan seratus persen beragam Islam dalam menyelaraskan tatanan hukum adat dengan syari’at Islam? Tentu sulit kita jawab sebab selama ini belum ada lembaga adat yang memiliki otoritas yang tinggi dalam penegakkan syari’at Islam di Minangkabau. Sehingga yang terjadi adalah toleransi yang sangat tinggi kepada pelanggar syari’at Islam, seperti berzina, mabuk-mabukkan, judi, pencurian, pembunuhan, dan sebagainya. Padahal pada pelanggaran-pelanggan tersebut terdapat had-had Allah yang harus ditunaikan oleh setiap pemimpin atau khalifah. Hukum had merupakan jenis hukuman yang sudah ditetapkan oleh Allah dalam Al-Qur’an dan sunah-sunah Rasulallah.

Sekarang orang Minangkabau melalui lembaga-lembaga adat yang ada harus berani membuktikan bahwa ABS-SBK bukan hanya sekedar konsensus dan adagium belaka. Masyarakat Minangkabau harus berani mengatakan bahwa Adat Minangkabau adalah Syariat Islam yang bersumberkan kepada kitabullah (Al-Qur’an, bukan kitab-kitab yang lain seperti injil, taurat, dan zabur karena kita adalah umat Nabi Muhammad yang diberi Kitab Al-Qur’an dan syari’at yang berbeda dari umat-umat sebelumnya) dan sunah-sunah Rasulallah. Sehingga tidak ada lagi kekeliruan dalam memahami syara’ sebagai kitab-kitab yang pernah Allah turunkan kepada umat-umat sebelum umat Nabi Muhammad. Karena kesalahan dalam memahami syara’ berimplikasi kepada kristenisasi di alam Minangkabau. Kristenisasi tidak boleh kita diamkan, tapi harus kita cegah dengan serius. Bukan seperti sekarang yang terjadi adalah banyak diantara kita yang diam atau hanya melihat-lihat saja dan tidak berani berbuat mencegah kristenisasi yang semakin marak di alam Minangkabau.

ABS-SBK harus diwujudkan secara nyata dalam kehidupan sehari-hari setiap individu masyarakat Minangkabau. Setiap perbutan individu, sosial, dan pemerintahan Minangkabau harus diselaraskan dengan syari’at Islam. Tatanan hukum adat yang ada harus dirubah sesuai syari’at Islam. Para pemegang kekuasaan di semua bidang adat, agama, dan pemerintahan harus berani membuat tatanan hukum yang sesuai dengan syari’at Islam dan menjalankannya. Hingga aturan-aturan yang sudah dibuat tidak hanya sekedar aturan tertulis saja, tapi memiliki wujud yang nyata dalam kehidupan masyarakat Minangkabau. Bukan sekedar pintar dalam bersilat lidah, mengait-ngaitkan tatanan hukum adat dengan syari’at Islam agar adat Minangkabau dipandang selaras dengan syari’at Islam, padahal nyatanya bertentangan dan jauh sekali dari nilai-nilai Islam. Walaupun kita tidak memungkiri bahwa masih ada tatanan hukum adat Minangkabau yang selaras dengan syari’at Islam.

Kalau boleh kita mengatakan bahwa khilafah Islamiyah akan tegak di alam Minangkabau, kalau saja orang Minangkabau memiliki komitmen yang kuat pada ABS-SBK. Mengapa demikian? Sebab, apa yang tidak diatur dalam agama Islam. semua sendi-sendi kehidupan dalam konteks individu, sosial, bernegara, antar negara, dan antar agama diatur di dalam Islam. Mulai dari hal yang kecil seperti adab tidur sampai kepada hal yang besar seperti adab terhadap orang-orang kafir dan had-had Allah. Pertanyaannya sejauh mana komitmen kita dalam menjalankan syari’at Islam?

Sebenarnya untuk menjalankan syari’at Islam tidak harus menunggu tatanan hukum adat Minangkabau sampai rampung dibuat dan diselesaikan oleh pemegang kekuasaan di Minangkabau. Tapi setiap individu dengan penuh kesadaran bisa menjalankan syari’at Islam. Sebab tegaknya syari’at Islam juga ditopang dengan kesadaran individu dalam melaksanakannya. Sehingga apabila setiap invidu dengan sadar sudah menjalankan syari’at Islam maka akan terbentuklah suatu sistem kemasyarakatan yang memegang prinsip-prinsip Islam.

“Barangsiapa mencari agama (dien : tatanan hidup, tatanan hukum, dan tata aturan hidup) selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi”. { QS. Ali imran [3] : 85 }

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu (dien : tatanan hidup, tatanan hukum, dan tata aturan hidup), dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama  bagimu”. { QS. Al-Maidah [5] : 3 }

Sungguh tatanan hukum, tatanan hidup, tata aturan dalam menjalani kehidupan di dunia ini sudah Allah tetapkan di dalam kitabullah dan sunah-sunah Rasulallah. Sudah jelas mana yang haq dan mana yang batil, sudah jelas antara yang halal dan yang haram, sudah jelas jalan mana yang lurus sesuai fitrah manusia dan jalan mana yang sesat. Maka kembali kepada syara’ (syari’at) Islam adalah obat bagi setiap penyakit dan solusi bagi semua persoalan hidup manusia di dunia yang fana ini. Jalankan Islam dengan sekuat tenaga kemudian tawakkal kepada Allah. Tegakkan amar ma’ruf nahi mungkar (memerintahkan kepada yang baik dan mencegah kemungkaran) dengan tangan (kekuasan sang penguasa, dengan lisan para da’i, dan dengan hati para hamba yang tidak mampu berbuat dengan kekuasaan dan lisannya). Kemudian saling tolong-menolong dalam mengerjakan kebaikan dan taqwa, hingga agama syari’at Islam tegak di muka bumi ini.
Wallahu A’alam.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Translate