Cari Blog Ini

Sabtu, 05 Mei 2012

Tahajud-Tahajud Cinta ( Penulis: Syahri Ramadhan, S.Psi)


  1. Hari-hariku di Kampung Dalam

Pagi ini matahari bersinar cerah menampakkan wajahnya yang merah padam seolah menggambarkan fananya dunia, dia duduk diatas sebuah gunung dengan gagahnya bak seorang raja yang duduk diatas singasana kebesaran, kemunculannya dinantikan oleh semua makhluk di bumi ini karena dia merupakan satu dari sekian sumber kehidupan yang diciptakan Allah. Bayangkan saja jika sampai matahari tidak muncul walaupun cuman sehari saja secara ilmiah pasti semua yang ada di bumi ini akan membeku, karena begitu dinginnya suhu bumi ini tanpa matahari. Sungguh Allah Maha Agung menciptakan semua itu dengan sempurnanya. Dia jadikan matahari sebagai pusat tata surya. Dia pergantikan siang dengan malam, dan Dia juga yang mengatur jalannya bulan dan bintang tampa pernah keluar dari orbitnya.
Burung-burung ikut menyambut datangnya sang surya pagi ini, dengan suaranya yang merdu ia nyanyikan lagu-lagu yang indah, ia syukuri nikmat allah dengan melantunkan nyanyian indah yang berisi zikir pada Allah karena di dalam al-Qur’an Allah telah jelaskan bahwa semua yang ada dilangit dan bumi berzikir kepada Allah termasuk burung yang terbang. Tapi kenapa kita manusia terkadang banyak yang lupa kepada Allah. Padahal Allah telah menjadikan kita manusia makhluk yang sempurna. Kita diberi akal untuk berfikir, mata untuk melihat, telinga untuk mendengar, dan hati untuk mengingatkan kita pada fitrah kita di ciptakan Allah yang tidak pernah berdusta akan kebutuhan kita pada Allah. Tapi karena kesombongan dan cinta dunia menuruti hawa nafsu kita jadi lupa pada Allah sehingga mata kita jadi buta, pendengaran kita jadi tuli, hati kita jadi keras.
Hari ini adalah hari jum’at, seperti biasa aku menjalankan tugasku yang sudah ku lakoni sejak dua tahun yang lalu. Menjaga kebersihan masjid, mengajar anak ngaji, dan terkadang menjadi imam shalat. Inilah kegiatanku sehari-hari setelah pulang sekolah. Paginya aku sekolah, pulang sekolah aku mengajar anak-anak mengaji, malamnya aku memanggil umat untuk menenangkan pikiran mereka dari pengaruh dunia yang fana ini kembali mengingat Allah yang telah menciptakan alam semesta ini. Aku membersihkan masjid sehabis shalat subuh karena hari ini aku sekolah, pekerjaanku ini harus selesai menjelang aku pergi sekolah. Sedang asik-asiknya bekerja tiba-tiba Ustad Ahmad datang menghampiriku.
Faqih hari ini kan jadwalnya Bapak untuk khutbah?”. katanya.
“Benar pak”, jawabku.
“Begini Qih hari ini bapak ada tugas dari bapak Kantor Urusan Agama untuk menjadi khatib di kampung hilir jadi bapak tidak bisa menolaknya karena masyarakat disana perlu penerangan dalam urusan agama, mereka baru masuk islam. Jadi hari ini bapak minta kamu yang gantikan bapak untuk khutbah disni,” katanya.
“Insya Allah pak,”jawabku.
Hal seperti ini sudah sering terjadi jadi aku harus terus siap untuk menjadi khatib kalau-kalau khatib yang telah ada dalam jadwal berhalangan.
Hari ini aku pulang sekolah jam sebelas tepat. Menjelang waktu jum’at masuk aku terlebih dahulu menghidupkan tipe masjid dengan bacaan Al-Qur’an yang didengungkan dengan suara indahnya qori’ah terbaik Indonesia Muamar Z.A. untuk mengingatkan kaum muslimin yang masih sibuk dengan urusannya bersiap-siap pergi shalat jum’at. Pada jam dua belas tiga puluh waktu jum’at pun masuk Pak Bilal pun mengumandangkan azan tanda waktu jum’at telah masuk, biasanya aku yang mengumandangkan azan tapi karena sekarang aku bertindak sebagai khatib maka di gantikan oleh Pak Bilal. Azan dikumandangkan dua kali seperti shalatnya orang di Mekkah. Setelah azan yang kedua dikumandangka akupun naik mimbar untuk menyampaikan khutbah. Kali ini aku akan bertausyiah tentang pentingnya menjaga hubungan baik antara sesama manusia. Ayat Al-Qur’an yang aku uraikan adalah firman Allah SAW dalam surat Al-Hujarat ayat 10-12.
Di dalam Alqur-an Allah telah menjelaskan bawa kita umat islam adalah umat yang satu, kita berasal dari satu keturunan yaitu nabi Adam as. Kita semua adalah bersaudara meskipun kita terdiri dari berbagai suku bangsa tapi di dalam konsep islam perbedaan ras, kulit, bentuk muka, kaya, miskin, tua muda bukanlah berbeda dalam pandangan Allah SWT. Tapi yang membedakannya adalah ketakwaan seseorang kepada Allah SWT. Kita lihat sekarang kenapa kita sesama umat islam saling mengolok-olok, menfitnah, bertengkar itu semua karena kita tidak lagi merasa bersaudara, perbedaan suku, jabatan, dan status menjadi jurang pemisah diantara kita. Sehingga ini adalah masalah yang menarik ku sampaikan saat ini.
Setelah shalat jum’at usai semua jama’ah telah pulang kembali kerumah mereka masing-masing untuk melanjutkan kembali pekerjaan mereka yang belum selesai sebelum waktu jum’at tadi. Ketua pengurus masjid dan beberapa orang pengurus lainnya masih tinggal di masjid menghitung jumlah infak yang didapat hari ini. Pak Harun adalah ketua pengurus masjidnya.
Sekarang aku sudah kelas tiga aliyah. Kesibukanku di sekolah sudah mulai banyak terutama untuk menghadapi ujian ahkir, belum lagi persiapan pergantian pengurus osis di sekolahku karena aku adalah ketua osis tahun ajaran ini. Aku harus membuat laporan pertanggungjawaban selama aku menjadi ketua osis. Kemudian aku juga harus membuat laporan pertanggungjawabanku sebagai ketua KKR di sekolahku. Untuk menghadapi ujian akhir nasional kali ini kepala sekolahku mengambil suatu kebijakan seluruh siswa kelas tiga harus mengikuti sekolah sore sampai tiga hari menjelang ujian nasional diadakan. Kegiatan ini mulai diberlakukan minggu besok karena ujian hanya tinggal tiga bulan lagi.
Sorenya setelah shalat ashar aku pergi menemui Pak Harun ingin meminta izin mengajar selama aku sekolah sore dan ujian nantik. Kebetulan sore itu Pak Harun tidak keluar rumah, biasanya dia pergi ke sawah untuk mengambil rumput buat makan sapinya, Pak Harun di rumah bersama anak-anaknya sedangkan istrinya pergi ke pasar karena sekarang adalah hari jum’at, harinya pasar di Kampung Dalam.
Ngak ke sawah sekarang Pak,? ” tanyaku.
“ Ngak Qih kebetulan tadi pagi rumput buat sapi sudah bapak lebihkan ngambilnya,” jawab Pak Harun.
Akupun mengemukakan niatku pada Pak Harun “ Begini Pak, saya sekarang kan sudah kelas tiga jadi menjelang ujian nasional dilaksanakan kami semua siswa kelas tiga di karantinakan di sekolah. Sebatulnya saya juga di haruskan untuk tinggal di sekolah tapi karena saya tinggal di masjid akhirnya guru mengizinkan saya untuk tidak tinggal di sekolah,” jelasku pada Pak Harun.
“ Terus kamu masih di masjidkan, “ tanya Pak Harun.
“ Masih pak, tapi saya mau minta izin ngajar dulu menjelang saya selesai ujian, “ jawabku.
“ Oh…gitu ngak apa-apa kok, tapi ngomong-ngomong siapa yang akan menggantikanmu mengajar selama kamu izin, “ kata Pak Harun.
Insya Allah akan saya usahakan cari gantinya Pak, “ jawabku.
Besok di sekolahku mencari penggantiku untuk mengajar sementara di masjid. Tapi setelah aku tanya sama adik-adik kelasku ngak ada yang mau ada yang sibuklah ,ada yang ngak bisa ngajarlah,dan yang lebih ironisnya lagi katanya “gengsi donk”.
Ngajar ngaji kok gengsi, amal Bung, “ jawabku.
Sudah banyak yang aku Tanya tapi ngak ada yang minat. Aku tidak tahu kemana lagi harus ku cari disekitar masjid juga ngak ada yang mau ngajar anak-anak ngaji.Mereka sibuk semua dengan kerja mereka sehingga mereka memiliki pandangan kalau yang berkewajiban membuat anak-anak mereka bisa membaca Al-Quran adalah guru ngaji akibatnya mereka seolah-olah lepas tangan dengan kewajiban mereka. Bacaan Al-Quran anak-anak mereka tidak pernah di suruh di ulang di rumah. Seolah-olah mereka sebagai orang tua hanya merasa punya kewajiban hanya sekedar memberi nafkah saja, sedangkan nafkah batin anak-anak mereka tidak di perhatikan.
Aku sampai di rumah sehabis sekolah sore sudah jam enam sore. Aku lansung menstel tipe seperti biasa terlebih dahulu untuk mengingatkan manusia yang masih sibuk dengan urusan dunia mereka kalau waktu shalat maghrib sudah dekat. Aku pun mandi, setelah itu aku memakai baju dinasku, baju koko. Rasanya energiku pulih kembali setelah aku mandi. Memang Allah maha kuasa atas segala sesuatu seandainya saja Allah mengurangi jatah air di bumi ini tak terbayangkan berapa juta orang yang akan mati kehausan. Tapi dengan sifat-Nya Yang Maha Pengasih dan Penyayang Dia masih memberikan nikmatNya yang banyak kepada manusia. Tapi manusia sering lupa dengan Allah dan tidak perah merasa cukup atas nikmat yang Allah berikan kepada mereka sehingga manusia tidak pernah bersyukur
Waktu maghrib sudah masuk akupun azan untuk memanggil manusia untuk kembali mengingat Allah, kembali menenangkan pikiran mereka dari kesibukan dunia yang tidak akan pernah selesai-selesainya. Lima menit setelah azan di kumandangkan, akupun mengumandangkan iqomad untuk memberitahukan bahwa shalat akan segera di mulai. Kali ini aku yang bertindak sebagai imam kerena Pak Mukhsin yang biasanya mengimami shalat sedang sakit sudah beberapa hari ini dia tidak datang ke mesjid. Sebelum shalat di mulai aku mengingatkan jama’ah terlebih dahulu untuk meluruskan dan merapatkan shof shalat, sambil aku melihat jama’ah karena itu adalah sunah rasul. Seperti biasa jama’ah shalat maghrib kali ini hanya bapak-bapak dan ibu-ibu lima puluh tahun keatas yang muda-muda ada tapi cuman beberapa orang Si Amin anaknya pak Mukhsin yang kuliah di Sekolah Tinggi Islam di kota kabupaten sini, Si Amad, dan Si Jali temanku satu sekolah yang lainnya Cuma menghabiskan masa muda mereka dengan hal-hal yang tidak berguna, mereka duduk-duduk di warung sambil bergurau sesama besar dengan mereka.
Setelah shalat maghrib selesai aku di panggil oleh Ibu Harun, istrinya Pak Harun.
Qih apa kamu sudah dapat guru yang akan menggantikanmu untuk mengajar selama kamu izin,” tanya Bu Harun.
“ Belum Bu, sudah saya Tanya sama adik-adik kelas di sekolah tapi tidak ada yang mau,” jawabku.
Kebetulan di dekat Bu Harun ada Raudah adik kelasku. Dia sering bahkan boleh di katakan rajin datang shalat jama’ah ke masjid, diapun pintar ngaji dan bacaan Al-Qurannya pun pasih. Akupun menanyakan pada Raudah apakah dia mau menggantikanku mengajar selama aku izin. Awalnya dia ragu, apakah saya bisa ngajar katanya.
Aku meyakinkan” Kamu pasti bisa, kan kamu pintar ngaji dan bacaanmu juga bagus, minggu depan kamu sudah bisa mulai mengajar,” kataku.
Akhirnya dia pun mau. Maka Raudahlah yang menggantikanku selama aku izin.
Minggu ini aku mulai disibukkan dengan sekolah sore, dan malamnya akupun sekolah karena begitulah jadwal belajar yang telah ditetapkan oleh kepala sekolahku, aku berangkat ke sekolah malamnya habis isya karena aku harus di masjid dulu untuk shalat isya berjama’ah, meskipun aku sempat ketinggalan pelajaran beberapa menit. Aku pulang nantik kira-kira jam sepuluh malam dan sampai di masjid sudah jam setengah sebelas karena jarak antara sekolah dan tempatku tinggal lumayan jauh juga kira-kira dua puluh menit dengan motor. Alhamdulillah aku di belikan motor sama bapak kira-kira sebulan yang lalu, sebetulnya bukan aku yang minta dibelikan motor sama bapak, tapi bapak yang ingin membelikanku, katanya.
“ Kasihan Kamu Qih, kamukan uda mulai sibuk sekarang bahkan bapak dengar kamu sekolah malam juga ya?. Makanya bapak ingin membelikan kamu motor Qih, walaupun Cuma motor usang Qih “.
Anak-anak sekarang Raudah yang mengajar, sudah dua hari dia mengajar anak-anak ngaji dan kelihatannya dia disenangi anak-anak mungkin karena Raudah biasanya senang bermain dengan anak-anak sehingga dia mengerti dengan anak-anak dan kayaknya dia juga memiliki naluri keibuan dan biasanya Raudah panampilannya juga feminim, sederhana, dan dia juga ngak suka keluar rumah kalau ngak ada perlu, ngak seperti anak gadis lain di kampung ini yang aku lihat yang suka keluar rumah, duduk-duduk di pinggir jalan, pakainnya yang tidak mencerminkan gadis islam, yang serba ketat, dan dandanannya yang kayak artis kehilangan pentas. Tapi sayang Raudah belum memakai jilbab lagi.
Rasanya hari ini sangat melelahkan sekali setelah seharian aku sekolah, Aku pulang sekolah jam enam sore sekarang. Seperti biasanya aku menstel tipe terlebih dahulu kemudian mandi dan tak terasa waktu maghribpun tiba. Sekarang sehabis maghrib aku tidur-tiduran di ruangan utama masjid, biasanya aku tadarusan menjelang waktu isya masuk, tapi sekarang aku benar-benar kelelahan sampai-sampai aku ketiduran dan akhirnya salah seorang jama’ah membangunkan ku. Sehabis shalat isya seperti biasanya akupun pergi ke sekolah. Jadwal pelajaranku sekarang adalah Matematika pelajaran yang paling tidak disukai oleh anak IS, tapi sekarang suka tidak suka mereka harus belajar karena sekarang untuk program IS Matematika di masukkan ke dalam ujian akhir. Kali ini guru pembimbing kami untuk belajar Matematik malam ini tidak datang karena ibunya sakit jadi dia tidak bisa datang malam ini. Aku sepakat dengan teman-teman untuk belajar mandiri saja, tapi kebanyakan teman-temanku banyak yang ngak mau.
Kataku “ Siapa yang mau ajalah,”.
Sekarang kami Cuma tinggal lima orang lagi di dalam lokal karena selebihnya pada pergi semua. Kebetulan aku jagonya Matematika maka akulah yang menjadi guru sekarang. Aku masuk IS bukan karena aku takut dengan Matematika tapi karena aku ngak suka belajar Biologi, tapi aku menyesal sekarang kenapa aku tidak masuk IPA saja.
Aku sampai di masjid malam ini sudah jam setengah dua belas karena asiknya belajar dengan teman-teman tadi tak terasa hari sudah jam sebelas. Sesampainya di masjid aku sangat lelah sekali aku mau lansung tidur, rasanya energiku terkuras, sebelum tidur aku menstel alarm dulu agar nantik aku ngak kesiangan karena aku harus shalat subuh berjama’ah. Rasanya nikmat sekali setelah aku merebahkan tubuhku di atas kasur tak beberapa lama kemudian akupun tertidur.
Jam setengah lima aku sudah bangun, akupun menstel muratal Muamar ZA. Waktu subuh sekarang adalah jam lima kurang sepuluh menit jadi lumayan dua puluh menit untuk membangunkan umat yang masih terlelap untuk bangun dan kembali menunaikan kewajibannya kepada Allah. Biasanya menjelang waktu subuh masuk aku menyapu masjid karena siangnya aku tidak bisa menyapunya, tapi sekarang masjid sudah bersih, rupanya Raudah telah menyapu masjid sehabis ngaji tadi sore.
Sehabis shalat subuh aku menyempat waktu untuk belajar, setelah itu aku mempersiapkan buku-buku untuk ku bawa ke sekolah, terus aku mandi dan tak terasa hari sudah jam setengah tujuh, begitu singkat rasanya waktu apalah lagi kalau kita lengah dengan waktu. Sehingga Allah berfirman didalam Al-Qu’an, Allah bersumpah demi waktu manusia akan merugi kecuali orang-orang yang beriman, dan orang-orang yang memanfaatkan waktu dengan amal saleh, dan saling menasehati dalam kebaikan dan takwa. Dan orang arab juga mengungkapkan tentang waktu dengan sya’irnya “ Waktu adalah pedang “.
Setelah semua dirasa lengkap akupun menghidupkan motorku dan berangkat ke sekolah. Di persimpangan aku bertemu dengan Raudah yang kebetulan rumahnya di dekat masjid dan juga satu sekolahan denganku. Aku menawarkannya untuk boncengan dengan motorku tapi dia tidak mau sepertinya dia malu, bukan malu naik motor buntutku tapi malu karena baru pertama kali di ajak oleh laki-laki untuk naik motor berduaan. Biasanya dia ke sekolahnya dengan angkot. Sampai tiga kali ku tawarkan untuk barengan aku perginya tapi dia tetap ngak mau. “ Ya udah aku duluan ya,” kataku. Dia Cuma mengangguk. Akupun pergi dan aku sampai di sekolah sudah jam tujuh dua puluh aku lansung ke warung dulu karena pagi ini aku tidak sempat masak. Jadi aku mengisi perutku yang sudah dari tadi menangis-nangis minta nasi. Jam setengah delapan bel tanda masuk belajarpun berbunyi.
Pagi ini aku belajar Geografi, kebetulan selama dua bulan ini aku hanya belajar mata pelajaran yang di UAN kan saja. Setelah selesai jam Geografi kami belajar Matematik dan terakhir Sosiologi untuk belajar siangnya, nanti jam dua kami belajar lagi untuk jadwal sore nanti kami belajar Bahasa Inggris dan malamnya Bahasa Indonesia.
Hari ini adalahhari jum’at. Pagi ini aku membentangkan tikar dulu untuk shalat jum’at nanti biasanya aku harus menyapu masjid juga tapi kali ini tidak lagi karena kemaren sore Raudah sudah menyapunya. Setelah semua pekerjaan masjid selesai akupun mandi dan berpakaian.
Aku barangkat ke sekolah lebih awal dari biasanya karena tiap hari jum’at di sekolahku diadakan muhadarah menjelang proses belajar-mengajar dan kebetulan pagi ini jadwalku untuk ceramahnya. Di persimpangan akupun melihat Raudah lagi, aku pun kembali menawarkan kepadanya untuk barengan aku perginya tapi awalnya dia menolak akhirnya setelah aku bujuk dia mau juga. Di atas motor dia diam-diam saja, akupun hanya diam-diam saja akhirnya aku beranikan untuk bicara.
”Raudah makasih ya,” kataku untuk memulai pembicaraan.
” Makasih apa Da ? “ jawabnya singkat.
Uda adalah sapaan oleh orang yang lebih kecil kepada laki-laki yang lebih tua di Minang Kabau
“ Makasih karena Dek Raudah telah mau membantu saya ngajar dan Dek Raudah telah menyapu masjid” jelasku.
“ Oh...itu ngak usah berterimakasih lah Da,” jawabnya.
Tak lama di atas motor kamipun sampai di sekolah.
“ Makasih Da…” kata Raudah setelah turun dari motorku.
Aku cuman senyum tanda mengiyakan ucapan terimakasih Raudah. Lima menit kemudian bel tanda waktu muhadarah akan segera dimulaipun berbunyi, panitia peleksana muhadarah mempersiapkan sarana untuk muhadarah pagi ini, mereka adalah anggota rohis di sekolahku.
Bel tanda waktu istirahat telah berbunyi kebetulan hari jum’at waktu istirahatnya cuma lima belas menit jadi aku tidak ke kantin serkarang, tapi Andi teman sekelasku mengajakku ke kantin akhirnya akupun ikut, tapi pas tiba di pintu lokal aku di panggil Buk Aisyah, dia adalah wali kelasku. Akupun segera menemui buk Aisyah.
“ Assalamu’alaikum Buk” sapaku.
“ Wa’alaikum salam warahmatullahi wabarakatu “ jawab Buk Aisyah.
“ Faqih tadi pagi ada formulir PMDK dari Universitas Islam Negri Sunan Kalijaga, jadi ibuk mau nawarin sama kamu, apa kamu berminat Qih? “ Tanya buk Aisyah padaku.
Aku diam sejenak untuk berfikir.
“ Buk… aku pikir-pikir dulu ya Buk ?” jawabku.
“ Oh…ngak apa-apa Qih, nanti kalau kamu sudah dapat keputusannya kamu kasih tau ibuk ya,” kata Buk Aisyah.
“ Ya Buk insya Allah besok saya akan kasih tau Ibuk,” jawabku.
Bel masukpun berbunyi, akupun pamit sama Buk Aisyah untuk kembali ke kelas.
Hari ini aku cepat pulang sekolahnya karena hari ini hari jum’at. Kebetulan di gerbang sekolah akupun bertemu Raudah lagi kelihatannya dia lagi menunggu angkot.
“ Kok Dek Raudah belum pulang?” sapaku.
“ Eh…uda Faqih, belum ada angkot Da,” jawabnya singkat.
“ Kalau gitu Dek Raudah sama saya saja pulangnya, kebetulan saya sendirian,” tawarku pada Raudah.
“ Makasih Da , saya sama angkot aja, bentar lagi juga ada kok,” jawabnya.
Aku sudah mengira pasti Raudah akan menolak tapi aku ngak putus asa untuk mengajak Raudah pulang denganku.
“ Dek Raudah nanti kan Dek Raudah ada pengajian dengan Ustadzah Romlah, kalau menunggu angkot nanti Dek Raudah telat lagi pengajiannya, makanya Dek Raudah sama saya saja pulangnya”.
Kebetulan, sekali lima belas hari di Kampung Dalam ada pengajian remaja dan kebetulan sekarang adalah waktunya. Acara pengajian ini di adakan oleh pengurus remaja masjid di Kampung Dalam makanya aku tahu jadwalnya. Akhirnya Raudah mau pulang denganku.
Raudah memang anaknya pemalu jadi tidak heran jika dia selalu menolak jika ku ajak barengan pulangnya denganku tapi aku rasa aku bisa menundukkan Raudah. Sekarang kalau ketemu Raudah dan ku ajak barengan denganku ke sekolahnya dia tidak menolak lagi. Makin hari kami makin akrab juga apalagi Raudah juga yang menggantikanku mengajar anak-anak ngaji dan Raudah sering juga bertanya padaku baik itu tentang pelajaran di sekolah ataupun masalah anak-anak di masjid, sepertinya dia tidak canggung lagi denganku.
“ Da…ternyata Uda orangnya ngak seperti yang saya bayangkan ya Da…” kata Raudah.
Aku kaget tumben dia yang mulai mengajakku bicara duluan biasanya dia tidak pernah memulai pembicaraan terlebih dahulu.
“ Loh…emangnya selama ini menurut Raudah Uda itu gimana ? “ tanyaku.
“ Uda itu pendiam, kalau bicara cuma saadanya, orangnya ngak mengasikkan kalau diajak ngomong, trus orangnya juga pemarah,” jelas Raudah padaku.
“ Tapi sekarang gimana ngak seperti yang Dek Raudah bayangkan, kan ? “ tanyaku lagi.
“ Beda tiga ratus enam puluh derjad Da,” jawab Raudah.
“ Ya…mungkin selama ini Dek Raudah menilai Uda itu dari luarnya saja, tapi kenyataannya setelah Dek Raudah tau Uda itu orangnya suka ngomong, baik, dan mengasikkan kalau di ajak bicara kan? Jawabku memuji diriku sendiri.
Raudah tersenyum kecil sepertinya dia menganggap aku ge er. Aku jadi malu juga sama Raudah.
Sehabis shalat jum’at nanti aku rencananya mau pergi ke rumah Bu Aisyah, ingin memastikan tawaran yang Ibuk Aisyah tawarkan padaku tadi di sekolah, setelah aku pikir-pikir ada baiknya juga untuk mencoba ikut seleksi. Tapi aku juga ragu apa nanti kalau lulus orang tuaku mengizinkan untuk pergi atau tidak masalahnya aku adalah anak tertua dan ekonomi keluargaku juga pas-pasan, tapi yang penting aku ikut tes dulu, boleh ndak boleh itu urusan belakangan ujarku dalam hati.
Setelah shalat jum’at selesai aku ke tempatnya Buk Aisyah kebetulan hari ini aku ngak sekolah sore karena Pak Hari guru Bahasa Inggrisku tidak bisa ngajar sekarang karena dia ada urusan keluarga katanya.
“Assalamu’alaikum…Buk” ucapku sambil menyalami Buk Aisyah dan dua orang putra putrinya.
“Wa’alaikum salam warahmatullahi wabaraakaatu, bagaimani kabarnya Qih?” Tanya Buk Aisyah padaku.”
“Alhamdulillah sehat Buk” jawabku.
” Oh ya Buk mengenai tawaran kemaren setelah saya piker-pikir saya jadi ikut Buk, tapi sya ragu Buk nanti kalau lulus apa orang tua saya mengizinkan mungkin kerena alasan ekonomi Buk”jelasku pada Buk Aisyah.
” Qih yang penting sekarang kamu ikut tes dulu nanti kalau kamu lulus insya Allah ada jalannya Qih, kan Allah berjanji bagi siapa yang punya keinginan Allah akan mengasih jalannya buat orang tersebut” kata Buk Aisyah meyakinkanku. Akhirnya aku bulatkan tekadku untuk mengikuti seleksi tersebut.
Buk Aisyah adalah guru yang paling dekat dengan murid-muridnya sehingga dia disenangi semua siswa termasuk aku yang kebetulan dia juga wali kelasku. Saking dekatnya aku dengan Buk Aisyah pernah suatu kali dia bicara padaku entah dia bicara seperti kakak ke adik padaku atau apa, katanya.
“ Qih kamu kan sudah kelas tiga, ada baik nya kamu mencari teman lagi karena untuk membangun rumah tangga yang abadi itu tidak cukup dengan waktu yang singkat untuk mempersiapkannya Qih. Makanya dari sekarang ibuk sarankan ada baiknya kamu mencari teman yang kamu kira cocok denganmu, tapi kalau ibuk menyarankan kamu sama Siti atau Fitrah karena menurut ibuk mereka anaknya baik”.
Aku cuma tersenyum kecil saja mendengarkan perkataan Buk Aisyah padaku. “ Qih kok kamu malah ketawa , memangnya lucu ya? “ kata Buk Aisyah padaku. “ Nggak Buk, tapi saya heran aja kok ibuk ngomongnya kayak gitu “ jawabku. “Qih selama ini ibuk lihat kamu ngak pernah pacaran dan kamu ngak pernah sama sekali mendekati cewek-cewek di sekolah ini, jadi menurut ibuk kamu jangan pikirannya belajar terus nanti kamu jadi bujang tua loh.” Kata Buk Aisyah padaku. Aku makin besar tertawanya
“ Kok Ibuk ngomong kayak gitu sih ? nanti saya juga akan mikirin itu kok Buk “ jawabku.
” Ya tapi itukan saran ibuk sama kamu, jadi terserah sama kamu mau menerima atau nggak, tapi kamu pikir-pikir ja dulu benar apa nggak yang ibuk bilang.”
Aku cuma senyum dan mengangguk-angguk saja mendengar Buk Aisyah bicara seperti itu.
Aku memang dari dulu tidak ada pikiran untuk pacaran meskipun teman-temanku semua sudah punya semua tapi bagiku itu soal yang kesembilan puluh sembilan, malahan aku selama ini sempat berpikir kalau wanita itu masalah jadi aku kurang tau dengan dunia pacaran. Boleh di bilang aku anti pacaran, padahal kalau aku mau banyak cewek-cewek yang naksir padaku, banyak yang kirim salam padaku termasuk Siti dan Fitrah yang Ibuk Aisyah bilang tadi, tapi aku cuekin saja “Wa’alaikum salam” jawabku.
Sebenarnyan ada banyak manfaat yang aku petik dari tidak berpacaran, misalnya aku bisa fokus belajar dan aku juga nggak berpikiran yang macam-macam sehingga aku dari kelas satu sampai sekarang selalu juara kelas sehingga mungkin aja kan cewek-cewek di sekolahku pada naksir semua cie…h aku bukannya menyombong loh. Bukan hanya itu aku juga bisa ceramah dikit-dikit karena aku sudah terbiasa di masjid mengisi pengajian ibuk-ibuk, jadi nggak herankan cewek banyak yang naksir.
Sifatku yang acuh pada cewek-cewek selama ini meskipun mereka yang naksir aku, membuat aku di juluki Si penakut sama cewek oleh teman-temanku. Aku santai aja nggak jadi masalah bagiku. Aku anggap aja angin lalu.
Aku punya prinsip loh, aku nggak akan pacaran sebelum aku tamat aliyah. Jadi aku akan pegang prinsipku meskipun banyak tantangannya , itulah aku.
Sebenarnya dalam hatiku sudah ada seorang wanita yang aku anggap cocok denganku, dia adalah Raudah karena banyak sedikitnya aku sudah tau siapa Raudah karena aku sudah lama kenal dengan nya . Tapi aku nggak tau apa dia suka padaku atau nggak. Tapi aku mencoba mendekati Raudah dari sekarang, dengan Raudah menggantikanku mengajar anak-anak ngaji dan dia juga sering barengan aku pergi sekolahnya ini kesempatan bagiku untuk lebih mengenal Raudah.
Sekarang Raudah sudah tidak merasa asing lagi denganku, kalau ada apa-apa dia sering meminta pendapatku. Pernah suatu kali raudah bercerita padaku kalau dia sering mimpi buruk, katanya dia sering di kejar-kejar setan dan pada saat dia bangun tubuh berkeringat nafasnya sesak seperti bener-benar terjadi katanya. Lalu aku menyarankan pada Raudah untuk melakukan wirid yang diaajarkan Rasul untuk wanita sebelum tidur yaitu dengan membaca surat Al-fatiha, surat Al-ikhlas, surat Al-falaq, dan surat An-nas sebelum tidur. Insya Allah setelah dia melakukan wirid tersebut katanya mimpi itu tak pernah terulangi lagi. Dengan begitu hubunganku dengan Raudah makin hari makin dekat.
Meskipun Raudah bukan siapa-siapa bagiku tapi aku ingin mendidik Raudah dari sekarang mungkin ini karena dorongan cintaku padanya, aku mulai menyuruh Raudah untuk pake jilbab dan akupun sering mengajaknya untuk tahajud, anehnya Raudah mengikuti kata-kataku.
Tanpa terasa waktu tiga bulan telah berlalu minggu besok adalah hari penentu perjuanganku kami selama ini, berhasil atau tidaknya perjuangan kami selama ini akan di tentukan oleh waktu yang tiga hari itu, perubahan drastis terjadi pada teman-temanku mereka yang selama ini jarang shalat bahkan ada yang tidak shalat sekaran pada rajin shalat semua bahkan sudah banyak yang tahajud. Kalau begini kataku dalam hati ujian aja terus biar mereka pada shalat semua.
Hari ini adalah hari pertama aku ujian, jadwal ujianku Cuma dua per hari untuk hari ini aku ujian Matematika dan Geografi, besok selasa aku ujian Bahasa Indonesia dan Sosiologi, dan hari rabu Bahasa Inggris dan Ekonomi. Malamnya kami pun masih belajar di sekolah, kami mempelajari pelajaran yang akan di ujiankan besok. Alhamdulillah aku bisa menjawab ujian dengan baik tinggal lagi melihat hasilnya satu bulan lagi.
Dua hari setelah ujian aku di panggil Buk Aisyah ke sekolah karena setelah ujian selesai aku tidak pergi lagi ke sekolah karena tidak ada kegiatan, rupanya aku lulus sebagai mahasiswa undangan ke Jogja karena itulah aku di panggil ke sekolah oleh buk Aisyah. Akupun segera memberitahu orang tuaku di kampung kalau aku lulus sebagai mahasiswa undangan ke Jogja.
Sekarang aku harus memikirkan biaya aku untuk pergi ke Jogja. Akupun membuat proposal untuk di ajukan ke bupati, aku meminta surat keterangan sebagai pengantar dari sekolah untuk meminta surat keterangan tidak mampu ke wali nagari dan nantik di teruskan ke kecamatan. Setelah proposal siap aku mengantarkannya ke kantor bupati. Kata orang di kantor bupati nantik kalau proposalku di kabulkan akan keluar kira-kira satu bulan lagi tapi nantik aku harus membawa tanda lulus dari sekolah katanya. Proposal yang masuk ke kantor bupati sangat banyak jadi sangat kiecil peluang untuk dapat bantuan dari bupati karena bukan hanya pelajar saja yang memasukkan proposal, untuk pembangunan pos ronda di nagari-nagari, khatam Qur’an dan banyak lagi macamnya juga masuk ke kantor bupati semuanya. Padahal awalnya bupati membuka peluang beasiswa hanya untuk pelajar. Tapi itulah sifat manusia tamak dan serakah. Jadinya mau tidak mau bupati harus mengasih meeka juga karena kalau tidak di beri mereka malah mengutuki bupati. Apalagi sekarang adalah akhir dari priode masa jabatan bupati jadi dia juga harus berpandai-pandai kalau ingin di pilih lagi pada periode berikutnya.
Selama aku libur menjelang menunggu hasil ujian keluar aku bekeja buat cari biaya tambahan kegja karena orang tuaku Cuma biaya lima jutaan. Aku bekerja mengangkut padi penduduk dari sawah ke rumahnya kebetulan sekarang adalah musim panen padi di nagari Kampung Dalam, biasanya untuk satu karung aku di kasih tergantung jauh dekatnya jarak aku mengangkut kalau jaraknya dekat dikasih seribu tapi kalau jauh biasanya ada yang kasih dua atau tiga ribu. Alhamdulillah sehari aku bisa mendapatkan upah tiga sampai empat puluh ribu, lumayan buat tambah ongkos.Targetku selama satu bulan aku bisa ngumpulin uang satu juta lima ratusan.
Di masjid jama’ahku sudah heboh semua mendengar aku akan kuliah di Jogja, aku tidak tahu mereka itu tahunya dari siapa padahal aku tidak pernah cerita pada siapapun yang tahu aku akan kuliah di Jogja cuma buk Aisyah dan guru-gurku di sekolahku jama’ah di masjid rupanya ingin memastikan apa benar aku akan kuliah ke Jogja. Setelah selesai shalat maghrib mereka menemuiku, ibuk-ibuk telah memenuhi shaf pria mereka sengaja pindah ke depan untuk mendengarkan penjelasanku dan bapak-bapakpun sudah berkumpul semua di dekatku. Pak Harun ketua pengurus masjid mewakili jama’ah untuk bertanya padaku.
“ Qih kami dengar dari Raudah katanya kamu akan kuliah ke Jogja, benar itu Qih,” Tanya pak Harun padaku.
Rupanya Raudah yang memberitahu jama’ah di masjid kalau aku lulus kuliah di Jogja, tapi dia tahu dari mana ya, kalau aku lulus kuliah di Jogja pikirku dalam hati.
” Begini Pak, kemaren sebelum ujian aku di tawari guru di sekolah untuk ikut seleksi Kuliah di Jogja dan kemaren hasilnya keluar, aku dinyatakan lulus. Insya Allah aku akan akan kuliah di Jogja mungkin berangkatnya bulan depan,” jelasku pada Pak Harun dan jama’ah masjid.
Jema’aku diam semua dan tidak ada yang bicara sedikitpun. Tampa ku duga ada di antara mereka yang menangais, dia adalah Umi Khadijah yang rumahnya dekat dengan tempat aku tinggal.
“ Qih sudah lama kamu di sini, kamu sudah kami anggap anak sendiri dan sekarang kita akan berpisah lagi,” kata Umi Khadijah.
Setelah mengatakan kata-kata tersebut dia tidak mengeluarkan kata-kata lagi malah nangisnya tambah kencang dan jama’ah yang lainpun ikut menangis.
Rupanya benar apa yang orang bilang “ Gajah mati meninggalkan gading” dan sekarang aku pergi meninggalkan budi. Aku saja manusia biasa begitu sedihnya hati jama’ahku berpisah denganku apalagi Rasulullah manusia pilihan Allah, manusia yanmg mulia, manusia yang sangat di cintai oleh sekalian makhluk, pada saat beliau berpisah dengan umatnya, mereka sangat sedih sekali bahkan Abu Bakar pada saat Rasulallah sakit dan tidak kuat untuk mengimami shalat berjama’ah lagi Abu Bakar menangis dan berkata pada sahabat-sahabat yang lain pada waktu itu, kalau waktu mereka untuk bersama Rasul tinggal sedikit lagi, maka semua jama’ah yang hadir pada waktu itu menangis semua.
Selama aku tinggal di masjid Raya Kampung Dalam, aku begitu dekat dengan masyarakat sekitarnya terutama jama’ah masjidnya. Bahkan mereka sudah menganggaku seperti anak sendiri dan aku juga sudah menganggap mereka seperti keluargaku sendiri sehingga tidak salah jika mereka menangisi perpisahan ini. Bahkan selama aku di sini mereka setiap hari lebaran datang ke kampungku untuk bersilaturrahmi dengan keluargaku di kampung dan orangtuaku pun juga datang kesini, sehingga hubungan antara orang tuaku dengan orang-orang disini sangat akrab.
Selama tiga tahun aku tinggal di Kampung Dalam aku diberi sawah oleh pengurus untuk digarap kebetulan sawah itu adalah sawah milik kampung yang biasanya digarap secara bergantian oleh masyarakat Kampung Dalam, tapi karena takut terjadi perselisihan maka diperuntukan untuk gharim masjid, dan yang menanam padi di sawah apabila datang musim menanam adalah jamaa’h masjid aku Cuma mengolah sawah sampai siap untuk ditanami saja, dan aku sampai sekarang telah menikmati selama tiga kali panen dan sekarang di sawah padiku sudah mulai masak kira-kira lima belas hari lagi mungkin sudah bisa di panen, jadi aku masih bisa memanen padi menjelang aku ke Jogja. Bukan hanya itu aku juga sempat beternak kambing di sini, kambingnya aku suruh pelihara pada seorang jama’ahku dan sekarang kambing itu telang beranak pinak.
Tak terasa telah sebulan aku selesai ujian nasional dan sekarang adalah hari penentuan hasil ujian yang aku laksanakan kemaren. Kamin semua siswa kelas tiga telah berkumpul pagi ini di halaman gedung sekolah untuk menerima tanda lulus atau tidaknya kami dalam ujian kemaren. Rasanya jantung kami semua berdebar-debar menunggu tanda kelulusan tersebut. Terlebih-lebih aku, aku hanya bedo’a semoga Allah memberikan hasil yang terbaik bagiku. Pada jam sembilan pagi tepat kami semua di kumpulkan di dalam suatu ruangan disana dihadiri oleh kepala sekolah dan para guru. Sebelum hasil ujian di umumkan terlebih dahulu kepala sekolah memberikan sepatah dua patah kata. Kata kepala sekolahku.
” Apapun yang kalian terima pada hari ini adalah hal yang terbaik bagi kalian,” dia diam sejenak.
” Jika kalian lulus maka kami berharap agar kalian melanjudkan pendidikan kalian ke jenjang yanmg lebih tinggi, tapi bagi yang belum lulus maka kami berharap kalian bersabar mungkin itu yang terbaik bagi kalian, tapi kalian masih punya kesmpatan untuk mengikuti paket C ” aku sendiri berdo’a supaya jangan sampai menguikuti paket C karena itru bukan niatku.
Setelah pengantar dari kepala sekolah maka tanda kelulusan pun diberikan. Dengan dimasukkan ke dalam sebuah amplot. Jadi yang mengetahui lulus atau tidaknya kami, itu hanya kami sendiri teman yang lain tidak tahu, giliranku menerima tanda kelulusanku pun tiba Buk Aisayah memanggil namaku dan memberikan amplot kepadaku, Buk Aisyah senyum padaku, aku berharap itu adalah senyum kebanggaannya untukku karena aku lulus.
Dengan membaca.
Bismillahirahmanirahim” aku membuka amplot tadi.
Dan,
”Alhamdulillah” di situ dinyatakan aku lulus. Akupun lansung sujud syukur.
Dalam sujudku aku memuji Allah yang telah mengabulkan do’aku selama ini dan memberikan yang terbaik bagiku. Tiba-tiba aku di kejudkan dengan teriakan suara wanita rupanya dia Siska temanku satu kelas, dia tidak lulus. Dia berteriak histeris dan menangis-nangis. Aku kasihan juga melihatnya, tapi aku pikir dia sudah terlambat untuk menyesal karena selama ini dia tidak pernah serius dalam belajar, dia adalah satu-satunya siswa perempuan di kelasku yang suka melawan ke guru dan diapun jarang masuk.
Akupun segera memberi tahu orangtuaku di kampung kalau aku lulus. Di masjidpun jama’ah masji bertanya tentang hasil ujianku dengan bangga bukan dengan kesombongan lo..h aku bilang aku lulus pada jama’ahku. Merekapun memberikan ucapan selamat padaku.
Besoknya pagi-pagi sekali setelah shalat subuh aku bersiap-siap untuk pergi ke kampung untuk mengurus surat-surat keberangkatanku ke Jogja, dengan harapan nantik sore aku sudah kembali lagi ke Kampung Dalam. Aku berangkat ke Jogja pada tanggal sebelas agustus karena tanggal lima belas aguatus aku harus mendaftar ulang jadi kalau tidak ada hambatan di jalan aku sudah berada di Jogja pada tanggal empat belas agustus.
Aku sampai di Kampung Dalam sudah siap shalat magrib, karena aku ke sorean berangkatnya dari kampung. Kebetulan tadi bapak camat yang ingin aku temui ada acara jadi aku harus menunggu sampai acaranya selesai. Selesai mandi aku makan dulu karena tadi aku tidak sempat makan di rumah. Kebetulan tadi magrib Umi Khadijah membawakan nasi buatku. Biasanya Umi Khadijah memang seperti itu kalau dia tau aku pergi dan pulangnya telat dia selalu membawakan nasi untukku. Karena Umi Khadijah sudah menganggap aku sebagai anaknya dan dia juga aku anggap sebagai ibuku. Umi Khadijah hanya tinggal sendirian di rumahnya yang besar itu. Suaminya telah meninggal sepuluh tahun yang lalu akibat sakit jantung. Sedangkan anak-anaknya , semuanya di rantau paling pulang sekali dalam setahun, pas hari raya idul fitri saja. Kata Umi Khadijah ia pernah di ajak anaknya yang paling tua untuk ikut dengannya ke Jakarta. Tapi Umi Khadijah tidak mau karena dia memilih di kampung, supaya selalu dapat shalat jama’ah katanya.
Sehabis makan aku pun mengambil wuduk karena waktu isya mau masuk. Selesai berwuduk aku salat sunat wuduk dulu. Tak lama kemudian waktu shalat isya pun masuk. Aku pun mengumandangkan azan seperti biasanya. Selesai azan aku dan jama’ah lainnya salat sunat sebelum isya dulu.
Setelah shalat isya selesai Pak Harun menemuiku. Dia bertanya kapan aku akan pulang ke kampung. Kataku belum tahu lagi karena masih banyak surat-surat yang harus aku urus di sini. Kata pak harun kalau aku sudah tahu kapan ke kampung nantik tolong kasih tahu dia karena jama’ah masjid ingin mengantarkan aku ke kampung katanya. Kemudian Pak Harun juga mengatakan kalau besok padiku yang di sawah mau di panan. Kebetulan beberapa hari ini aku sibuk. Jadinya aku tidak sempat melihat padiku ke sawah. Biasanya sekali seminggu aku selalu ke sawah untuk melihat keadaan padi. Apakah harus di kasih air, pupuk dan sebagainya.
Besok pagi-pagi sekali aku mempersiapkan segala alat-alat yang di perlukan para penyabit nantik. Umi khadijah pun telah siap membuatkan kopi hangat untuk para pekarja nantik. Aku pun mengantarka semua itu ke sawah. Anak-anak muridku sudah berkumpul di sawah semua, kebetulan hari ini adalah hari minggu. Biasanya mereka juga seperti ini, mereka datang ke sawah kalau di sawah lagi bertanam atau panen. Kalaupun mereka hanya main-main di sawah. Tapi itu merupakan kesenangan mereka dan biasanya mereka pun membawa nasi dari rumah.
Menjelang shalat zuhur padi telah selesai di sabit semuanya. Setelah shalat zuhur aku dan para pekerja pun makan bersama-sama dan juga anak-anak muridku tadi. Kelihatanya mereka sangat enak sekali makannya apa lagi setelah bermain di sawah dari tadi dan ke betulan di dekat sawah ada sungai, tadinya mereka pada mandi di situ semuanya. Jadi makan nya pada enak semua karena habis mandi.
Setelah selesai makan padi yang sudah di sabit tadi di masukkan ke dalam karung oleh para pekerja tadi. Tidak lama kemudian pembeli padi pun datang. Kali ini Alhamdulillah hasil sawahku meningkat. Dan hasil penjualannya bisa buat tambah biayaku ke Jogja.
Para pekerja tadi telah pada pindah semua ke tempat lain untuk melanjudkan pekerjaan mereka, pembeli padi pun talah membawa padi ke rumahnya, dan anak-muridku pun telah pamit pulang setelah selesai makan tadi. Kini tinggal aku sendirian di sawah mengemasi alat-alat yang aku bawa dari rumah tadi. Selesai mengemasi smua peralatan, aku pun pulang ke masjid.
  1. Air mata perpisahan

Pagi ini metahari belum lagi menampakkkan wajahnya seperti bisanya. Nyanyian burung-burung pun tidak kedengaran pagi ini. Awan hitam menyelimuti langit. Butiran embun kecil-kecil mulai berjatuhan. Sepertinya pagi ini hari akan hujan. Seolah hari ini ikut bersedih melihat perpisahanku dengan negeri ini. Semua barang-barangku telah aku masukkan semua kedalam ransel kecuali kasur yang sengaja aku tinggalkan untuk ”gharin” masjid setelahku.
Jamaah salatku di masjid dari tadi habis subuh telah banyak datang kapadaku untuk mengucapkan selamat jalan kepadaku. Tapi entah kenapa perasaanku belum tenang sepertinya masih ada orang yang aku tunggu kedatangannya. Tapi aku tidak tahu entah kenapa perasaanku seperti ini, tidak biasanya aku seperti ini, perasaanku jadi tidak menentu. Hari masih gerimis diluar sedang aku masih seperti orang linglung didalam rumah. Aku mondar-mandir didalam rumah dengan pikiranku kacau. Aku pun kemudian mengambil wuduk dan salat duha dua rakaat. Selesai salam tiba-tiba ada orang yang mengetuk pintu sambil membaca salam.
” Assalamualaikum...Faqih...Faqih...” ucap orang yang mengetuk pintu tadi.
” Wa’alaikum salam...” jawabku sambil menuju kearah pintu dan membuka pintu.
Rupanya itu Etak Aisyah, ibunya Si Raudah. Tiba-tiba mataku melihat sesosok tubuh yang anggun dengan memakai jilbab sambil menundukan pandangannya ke bawah. Jantungku tiba-tiba berdetak kencang, keresahan yang aku rasakan tadi hilang seketika.
” Faqih...” kata Etek Aisyah. Panggilannya mengejutkanku.
” I..iya Tek ” jawabku sambil memutar pandanganku kearah Tek Aisyah.
” Qih...selamat jalan ya, semoga kamu menjadi orang yang sukses nanti dan jangan lupakan kami disini” kata Tek Aisyah kepadaku.
” Iya Tek insya Allah, saya mohon doanya Etek” jawabku.
Sementara Raudah hanya diam saja. Dia tidak mengeluarkan kata sepatah kata pun. Aku pun hanya diam dan kemudian Tek Aisyah minta diri untuk pulang kepadaku, katanya dia ada keperluan lain.
Setelah kedua orang itu minta diri dan mengucap salam kepadaku. Tanpa aku sadari tiba-tiba lidahku berbicara sendiri seolah-olah ada yang menggerakkan.
” RR...Raudah...apa kamu tidak mengucapkan selamat jalan kepadaku?” ucapku tanpa sadar.
Raudah pun membalikkan badannya, dan menatap tenang kearahku. Tek Aisyah mungkin paham dengan apa yang kami rasakan, dia membiarkan Raudah tinggal sebentar bersamaku.
” Raudah ibu tunggu di rumah, kebetulan rumah kami berdekatan, pintu Rumahnya Raudah berhadapan dengan pintu tempatku tinggal hanya kira-kira berjarak dua ratus meter, jangan lama-lama ya...” kata Tek Aisyah kepada anaknya.
Aku dan Raudah hanya saling diam sesaat.
” Uda..., Raudah...” tanpa sengaja kami saling memanggil dalam waktu yang bersamaan.
Senyum manis pun tersungging dari bibir manis Raudah. Senyum yang membuat hatiku semakin berdebar-debar. Kemudian aku menatap tenang kearah Raudah pandangan kami saling beradu beberapa saat. Tapi kemudian Raudah menundukan pandangannya. Aku pun tak tahu apa yang akan aku sampaikan kepada Raudah. Sebetulnya dari pertama kami bertemu hatiku telah menaruh rasa suka kepada Raudah. Tapi aku tidak tahu apakah ini yang dinamakan dengan cinta?. Rasa takut dan sedih bergumul didalam hatiku. Takut kalau aku mengutarakan isi hatiku pada Raudah tapi dia menolaknya dan sedih karena perpisahan aku dengan Raudah sedangkan Raudah tidak tahu isi hatiku padanya, kedua rasa ini sama kuatnya.
Tapi aku optimis kalau perasaan Raudah kepadaku tidak jauh beda dengan perasaanku padanya. Aku yakin cintaku padanya tidak akan bertepuk sebelah tangan. Aku bisa melihat cinta Raudah kepadaku dari pandangannya kepadaku dan cara Raudah bersikap kepadaku selama ini. Rasa takut dan sedih yang bergumul dalam hatiku pun aku buang jauh-jauh daripada nanti penyesalan yang aku dapatkan. Sekarang ada kesempatan bagiku untuk menyatakan isi hatiku kepada Raudah tapi tidak aku sampaikan sedangkan ternyata Raudah juga menaruh perasaan yang sama kepadaku.
” Raudah...Uda tidak tahu entah rasa apa yang ada dalam hati Uda. Apakah ini yang dinamakan orang dengan cinta? Entah kenapa dalam setiap lamunan Uda, hari-hari Uda, Raudah selalu hadir. Raudah...sejak pertama kali kita bertemu rasa ini telah ada dalam hati Uda. Tapi karena waktu jualah Uda tidak sanggup mengutarakan isi hati Uda pada Raudah. Uda rasa sekarang adalah waktu yang tepat untuk menyatakan perasaan Uda pada Raudah. Uda sayang pada Raudah...maukah Raudah menunggu Uda sampai Uda kembali lagi kesini untuk meminang Raudah untuk menjadi ibu dari anak-anak Uda nanti?” ucapku mengutarakan isi hatiku pada Raudah.
” Uda...cinta adalah anugrah dari Allah, cinta yang suci pasti berasal dari hati yang suci juga. Uda..., jujur Raudah juga sayang sama Uda. Raudah akan menunggu Uda”. Jawab Raudah atas cintaku padanya.
Setelah itu Raudah pun segera berjalan meninggalkanku, sesekali ia melihat ke belakang dengan muka yang memerah karena malu sampai Raudah hilang dari pandanganku setelah dia masuk kedalam rumahnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Translate